YouTube instagram facebook twitter tumblr linkedin
  • Home
  • Features
    • Budaya
    • Pendakian
    • Wisata
    • Alam
  • Documentation
  • My Profile

www.ardiyanta.com



Tradisi Sebar Apem "Yaqowiyu"
Berawal dari sebuah pesan singkat dari seorang teman yang memberi tahu kalau setelah sholat Jumat di tanggal 28 Desember 2012 ada acara sebar apem di Jatinom, Klaten. Kebetulan saat itu adalah masa-masa liburan sekolah sehingga aku sekeluarga mudik ke rumah Klaten. Perayaan sebar apem itu memang sudah aku tunggu sedari lama karena dari dulu aku hanya mendengar gaungnya saja dan belum sempat berpartisipasi secara langsung. Denger-denger sih kalau berhasil mendapat kue apem yang disebar dari suatu menara tinggi di satu lapangan di Jatinom niscaya bakal dapat keberuntungan, tapi kalau aku sih hanya sekedar pengan tahu saja untuk mengenang jasa salah satu tokoh penyebar agama Islam di sekitar Jatinom yaitu Ki Ageng Gribig, soal nanti kalau dapat keberuntungan itu sih biar tangan Allah yang menentukan. Acara tersebut merupakan bagian dari satu tradisi turun-temurun sejak ratusan tahun yang bernama Yaqowiyu.
Asal mula tradisi sebaran apem yaqowiyu ini memang tak lepas dari sosok Ki Ageng Gribig, ulama santun berwibawa yang hidup di abad XVI. Sejarah kue apem itu dulunya Ki Ageng Gribig saat selesai menunaikan ibadah haji dari Mekah membawa beberapa buah kue apem untuk oleh-oleh anak cucunya. Karena tidak cukup, maka Nyi Ageng Gribig membuat apem lagi sekaligus untuk dibagikan kepada penduduk Jatinom dan saat membagikan apem beliau meneriakkan kata “yaqowiyu” yang artinya “Tuhan berilah kekuatan”. Oleh karena itu momen tersebut diabadikan dalam sebuah tradisi setiap satu tahun yang dikenal sebagai Tradisi Yaqowiyu.
Perlu diketahui sepulangnya Kyai Ageng Gribig dari Mekah tidak hanya membawa apem saja tetapi juga membawa segenggam tanah dari Oro-oro Arofah dan tanah ini ditanamkan di Oro-oro Tarwiyah. Adapun Oro-oro ini disebut Tarwiyah karena tanah dari Mekah yang ditanam Kyai Ageng Gribig yang berasal dari Padang Arafah ketika beliau sedang mengumpulkan air untuk bekal untuk bekal wukuf di Arofah pada tanggal 8 bulan Dzulhijah. Dari hari tersebut dinamakan Yaumul Tarwiyah yang artinya pada tanggal itu para jamaah Haji mengumpulkan air sebanyak banyaknya untuk bekal wukuf di Arofah.
22:57:00 No komentar


“Keluarlah maka akan kamu temui sesuatu yang baru disana” 
kutipan  inilah yang membuat saya menemukan banyak tempat-tempat yang belum pernah saya ketahui baik dari sumber lisan maupun tulisan. Ibarat orang belajar fotografi maka yang seperti inilah yang dinamakan otodidak. Tak perlu menunggu untuk mendapat ajaran dari seseorang yang sudah makan asam garam. Namun dengan kerap berlatih dan yang penting adalah praktek, maka dengan sendirinya akan menemukan sesuatu yang tidak didapat oleh sebagian orang yang hanya berdiam diri menunggu datangnya kesempatan. 

Sejalan dengan yang saya alami ketika berencana mengunjungi beberapa air terjun di sekitar Kopeng sampai perbatasan Magelang. Saat perjalanan pulang ke rumah, saya mengambil jalan berbeda dari yang dilewati saat berangkat yaitu dengan melewati jalan Magelang-Semarang yang nantinya akan berbelok menuju Sekolah Polisi Negara di Ambarawa.

Saat itu sedang hujan deras sehingga kendaraan pun saya pacu dengan kecepatan sedang. Di suatu ujung jalan setelah melewati objek wisata Bukit Cinta di pinggir Rawa Pening saya melihat satu papan penunjuk yang bertuliskan “Candi Dukuh” dan mengarah memasuki suatu desa. Tapi karena hari itu hujan dan sudah mulai sore saya memutuskan untuk hanya sekedar tahu saja bahwa di sekitar Rawa Pening ada satu peninggalan sejarah. Saya berniat suatu hari nanti bisa kesana tentunya saat hari sedang cerah.


Kembali ke Candi Dukuh

Suatu sore tepatnya seminggu yang lalu terhitung penulisan postingan ini, saya memacu motor menuju Banyubiru dari Salatiga sembari menunggu adik yang sedang ekskul Pramuka. 
Lokasi Candi Dukuh tepatnya ada di Desa Rowoboni, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang. 
Dari objek wisata pemandian mata air Muncul masih sekitar seperempat jam lagi ke arah Bukit Cinta. Jalan menuju lokasi candi ini sudah beraspal dengan pemandangan bukit dan sawah yang indah. Saya yang hanya bermodal ingatan saja berusaha memutar kembali memori mengenai letak penunjuk lokasi candi yang tertancap di pinggir jalan. 

Tak lama kemudian akhirnya saya temui kembali papan penunjuk itu, namun saya masih terus saja memacu motor hingga sampai di depan gapura Bukit Cinta. 
Sampai disitu rasa penasaran kembali muncul mengingat selama hidup belum pernah memasuki tempat yang katanya sering digunakan untuk pacaran menikmati keindahan Rawa Pening yang penuh legenda itu. Saya putuskan untuk mampir sebentar sekedar berburu foto di Bukit Cinta.


Cerita di Bukit Cinta ada disini. 
19:08:00 11 komentar


Modal nekat dengan sedikit informasi yang didapat bagi sebagian orang akan menyulitkan untuk sampai di tempat tujuan wisata tanpa penyesalan. Namun tidak bagi kami, mahasiswa yang sedang menunggu yudisium dan kepengen jalan-jalan dulu ke luar pulau. Ada saya, Doni, Hamid, Jojo, dan Heykal yang berencana melakukan trip ke Pulau Siladen yang ada di sebelah timur laut Pulau Bunaken, yang sudah terlebih dulu kami kunjungi bersama teman sekelas di bulan Mei 2012 lalu. Dengan rencana seadanya dan cenderung nekat kami memutuskan pada  tanggal 24 September 2012 setelah sholat dhuhur  kami berangkat dari Perum Paniki Dua Manado, tempat kos kami, menuju Pulau Siladen yang terkenal dengan pantai pasir putih lembut dan keindahan bawah lautnya.
Pulau Siladen adalah satu dari lima pulau di kawasan Taman Nasional Bunaken di Manado, Sulawesi Utara yang mempunyai luas 31,25 ha. Dari sedikit info yang saya dapat menurut sejarah nama Siladen ini mempunyai arti ‘Kandas’, dan ceritanya pada zaman dahulu ada sebuah kapal yang dipergunakan orang Sangihe yang sedang mengadakan perjalanan, mengalami kecelakaan dan kandas di pulau tersebut. Akhirnya, pulau di dekat lokasi kandasnya kapal sampai sekarang bernama Siladen.
Awalnya kami berencana menginap semalam disana namun yang paling tidak banget adalah kami belum tau apakah ada penginapan dengan harga mahasiswa perantau disana. Yang saya tau hanya ada resort kelas elit yang eksklusif disana yaitu “Siladen Resort & Spa” yang tentunya itu buat para turis ber-uang dan bule-bule kaya yang “kuat” menginap disitu. Namun kembali ke modal awal kami yaitu nekat, kami terus saja melaju menuju pelabuhan penyebrangan tanpa memikirkan kami nanti mau tidur dimana, yang penting sih kami sepakat sampai disana dulu. Paling mentok ya nanti nginep di rumah penduduk kalau memang tidak ada penginapan murah. Setahu kami pulau itu memang berpenghuni.

Akses transportasi

Untuk mencapai Pulau Siladen tentunya hanya tersedia transportasi laut saja. Kita bisa menggunakan kapal umum yang biasa ke Pulau Siladen dan sudah terjadwal yaitu berangkat ke Siladen sekitar jam 1 sampai 3 siang dan balik ke Manado sekitar jam 9an pagi dari Pulau Siladen, tentunya ongkosnya lebih murah dari pada sewa kapal sendiri. Di Manado bisa naik dari Pelabuhan Pasar Bersehati, namun saat itu kami salah pelabuhan. Kami malah naik dari Pelabuhan Calaca yang hanya ada kapal bermotor saja yang menuju ke Siladen. Saat kami turun dari angkot di pelabuhan itu, kami pun langsung diserbu para nahkoda kapal yang menawarkan jasanya. Namun saat itu ada petugas resmi yang berseragam yang menegur kami untuk bertransaksi di dalam pos saja. Saya pun masuk untuk menanyakan harga sewa kapal untuk ke Pulau Siladen. Namanya saja kapal bermotor ya pasti mahal lah, harga yang ditawarkan dari Rp 750.000,- sampai satu juta untuk ke Bunaken, belum ke Siladen yang lebih jauh katanya harus nambah Rp 200.000,- lagi sedangkan kami hanya berlima. Saya pun lemas dan mencari alasan untuk bisa keluar dari pos itu. Dengan alasan menunggu teman yang lain menyusul saya bisa keluar dan berdiskusi lagi dengan yang lain. Saat itu memang si Jojo sudah bilang kalau salah pelabuhan, namun sudah saja kami berdiam diri sejenak dulu di Pelabuhan Calaca untuk berpikir dan akhirnya memutuskan ke Pelabuhan Pasar Bersehati saja. Saat kami mau pergi ada seorang bapak yang mengaku orang Siladen menghampiri untuk menawarkan jasanya mengantar kami sampai Siladen dengan harga miring katanya, pertama harga yang ditawarkan Rp 400.000,-. Harga itu masih terlalu mahal bagi kami, lalu saya menawar Rp 250.000,- dan bapak itu memberi harga pasti Rp 300.000,- dan sudahlah dari pada keburu sore kami setujui saja, toh dari pada harga yang ditawarkan di pos tadi yang hampir tiga kali lipatnya. Harga itu dibagi berlima berarti nanti per orangnya harus membayar Rp 60.000,-  lumayan juga.
22:01:00 No komentar



Sulawesi Utara menyimpan sangat banyak harta karun keindahan alam yang dianugerahkan Allah SWT. Terbukti selama satu tahun saya mengenyam pendidikan disana diselingi dengan mengeksplor keindahannya, belum semua tempat indah bisa saya kunjungi.
Saya sangat bersyukur diberi kesempatan untuk bisa kesana walau saat pengumuman tahap akhir USM STAN 2011 saya cukup dikejutkan dengan tempat lokasi pendidikan yang begitu jauhnya, yaitu "Manado". Namun setelah hari demi hari saya lalui disana, barulah saya menyadari kalau tak hanya Bunaken yang dimilikinya, tapi masih ada banyak yang bisa dijadikan destinasi menarik untuk dikunjungi. 

Hingga pada suatu hari di bulan Ramadhan tahun 2012, disaat sebagian besar teman-teman seperjuangan pulang kampung (yang sebagian besar dari Jawa); kami yang memutuskan untuk menikmati puasa dan lebaran di "negeri" orang berencana menghabiskan hari-hari di awal libur puasa kami untuk mem-bolang saja di negeri Minahasa. 

Saat itu kami memutuskan untuk berpetualang ke tetangga Kota Manado yaitu Tomohon yang terkenal sebagai Kota Bunga (kalau Kota Kembang kan Bandung... *-*). Kota tersebut juga dikenal akan keindahan sebagian besar landscape-nya yang didominasi oleh pegunungan. 
Waktu itu kebetulan juga deselenggarakan event dua tahunan Festival Bunga yang bertajuk "Tomohon International Flower Festival 2012"  yang juga menarik kami sehingga memutuskan untuk kesana , apalagi dengan adanya pemilihan Putri Bunga 2012 yang diikuti cewek-cewek cantik dari seluruh provinsi di Indonesia. 

Namun bukan festival ini yang kami datangi di hari pertama. Destinasi pertama kami setelah menginjakkan kaki di Tomohon adalah Danau Linow. Danau ini merupakan salah satu danau cantik di Profinsi Sulawesi Utara tepatnya di Kota Tomohon. Danau ini tidak berukuran begitu besar namun air yang ada di dalamnya sangat indah karena memiliki beberapa gradasi warna antara putih, biru, hijau, dan kekuningan; hampir sama dengan salah satu di antara tiga danau yang ada di Danau "Tiga Warna" Kelimutu di NTT. 

Warna pada air tersebut tidak lain karena danau ini merupakan danau vulkanik yang banyak mengandung sulfur yang lumayan tinggi. Di sekitar danau ini juga terdapat beberapa titik yang mengeluarkan semburan gas belerang yang memiliki bau yang khas, namun udara di danau ini cukup sejuk untuk beristirahat dan refreshing. 
21:06:00 6 komentar
Newer Posts Older Posts Home

Follow Us

recent posts

Blog archive

  • March (1)
  • March (1)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • October (1)
  • June (1)
  • May (1)
  • April (1)
  • March (2)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • July (2)
  • June (5)
  • March (1)
  • January (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • August (1)
  • July (1)
  • June (2)
  • May (2)
  • April (1)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • August (1)
  • June (2)
  • May (4)
  • April (6)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (2)
  • November (4)
  • October (2)
  • September (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (3)
  • April (6)
  • March (12)
  • February (4)
  • January (11)
  • November (3)
  • March (2)
  • February (1)
  • February (1)