Tidur di empuknya "kasur alam" ditemani angin gunung yang selalu dirindukan pendaki, walau sejenak rasanya lelah selama pendakian sehari sebelumnya bisa hilang saat terbangun dari nyenyaknya tidur malam itu.
sssttt.... *cerita pendakian hari pertama bisa dibaca disini nih.
Di dini hari yang dingin, saya dibangunkan bukan oleh alarm yang berdering, namun karena rasa kebelet pipis yang sudah tak tertahankan. Membuka tenda lalu keluar, saya mencari spot yang aman untuk "melegakan diri*. Meski dinginnya gak karuan, tapi pemandangan kerlap-kerlip bintang dan lampu-lampu di kejauhan menjadikan mata yang masih ingin terpejam menjadi terbuka lebar.
Bayu pun juga ikut bangun, dan melihat jam ternyata sudah hampir jam 3 pagi. Kami pun memutuskan langsung siap-siap saja untuk melakukan summit attack. Diawali dengan memasak mie instan dan susu coklat untuk sekedar menghangatkan badan dan mengisi tenaga sebelum muncak.
Pukul 3.20 semua telah siap di carrier masing-masing dan memastikan tidak ada barang berharga yang tertinggal dan kami pun memulai summit attack.
Oiya, penting sekali untuk memastikan tidak meninggalkan barang berharga di dalam tenda karena menurut kabar, di Gunung Sindoro banyak kasus pencurian.
Sempat juga baca-baca di blog pendaki yang pernah mendaki Sindoro, katanya pernah ada yang kehilangan carrier besar beserta isinya sampai yang paling parah adalah kasus pencurian tenda ckckck.....
Sempat juga baca-baca di blog pendaki yang pernah mendaki Sindoro, katanya pernah ada yang kehilangan carrier besar beserta isinya sampai yang paling parah adalah kasus pencurian tenda ckckck.....
Seringnya sih pencurian terjadi di sekitaran Pos 3. Tapi untuk antisipasi, di sepanjang jalur pendakian kita harus bisa menjaga diri dan barang-barang masing-masing yaaa....!!!
Saat itu kami memutuskan untuk membiarkan tenda tetap berdiri saja, tapi barang yang sekiranya penting kami dibawa.
Saat itu kami memutuskan untuk membiarkan tenda tetap berdiri saja, tapi barang yang sekiranya penting kami dibawa.
Diawali dengan doa, kami mulai melangkahkan kaki mendekati puncak. Udara dingin lama-lama mulai tak terasa lagi karena badan yang dipaksa terus bekerja, sampai-sampai tak terasa keringat dingin pun bercucuran.
Nafas tersengal mungkin sudah menjadi hal biasa dalam pendakian, tapi dengan semangat menggebu kami terus saja melangkah dengan sestabil mungkin agar tidak terlalu sering mengambil waktu untuk beristirahat.
Nafas tersengal mungkin sudah menjadi hal biasa dalam pendakian, tapi dengan semangat menggebu kami terus saja melangkah dengan sestabil mungkin agar tidak terlalu sering mengambil waktu untuk beristirahat.
Sepuluh menit berjalan kami sampai di Pos 4 atau yang biasa disebut “Watu Tatah”. Di tempat itu ada satu rombongan yang sedang menghangatkan badan dengan api unggun, tapi sepertinya belum berniat melakukan summit attack.
Tak berlama-lama disitu kami lanjutkan perjalanan.
Tak berlama-lama disitu kami lanjutkan perjalanan.
Kami sampai di trek yang menuntut kami mengerahkan seluruh tenaga kami karena kemiringannya yang cukup wow, sampai-sampai lutut bisa ketemu sama dada saking ektrimnya. Tangan dan kaki saling bekerja sama meraih bebatuan untuk menaiki trek tersebut.
Sampailah kami di Hutan Lamtoro yang di penuhi dengan Lamtoro #yaiyalah. Tau kan Lamtoro itu apa? Menurut saya sih tanaman itu adalah hasil persilangan beberapa tanaman. Karena memang saat melihatnya saya teringat pada beberapa jenis tumbuhan. Melihat pohon dan daunnya saya jadi ingat pohon Petai Cina, melihat buahnya sekilas mirip kacang kapri, melihat bijinya seperti biji kedelai, dan mencium bau bijinya sangat persis dengan Pete bahkan lebih parah bau Lamtoro malah…. *-* weks...
Oke, lanjuttt…!!!
Kami saat itu terhitung melangkah dengan cepat dan tidak banyak beristirahat, karena memang air yang semula 3 botol besar hanya kami bawa masing-masing satu botol saja, dengan begitu akan meringankan kami dalam melangkah.
Di seberang, Gunung Sumbing masih setia menemani kami walau masih diselimuti kegelapan malam. Sempat juga terlihat cahaya senter dari Sumbing yang mengarah ke kami, mungkin juga lagi summit attack kali yaa.
Pengen sih berteriak pada mereka, "Woooy kalian sampai mana...? puncaknya sudah kelihatan tuuuh..."
Tapi kalo bener-bener teriak sama pendaki Gunung Sumbing itu, bakalan gempor sendiri ni mulut. Mereka juga belum tentu mendengar....
Lebih baik saling senter menyenter saja yang lebih mengena... *-*
Pengen sih berteriak pada mereka, "Woooy kalian sampai mana...? puncaknya sudah kelihatan tuuuh..."
Tapi kalo bener-bener teriak sama pendaki Gunung Sumbing itu, bakalan gempor sendiri ni mulut. Mereka juga belum tentu mendengar....
Lebih baik saling senter menyenter saja yang lebih mengena... *-*
Makin mendekati puncak nafas makin tersengal dan detak jantung mulai berdegup kencang hingga sampai terdengar di telinga, namun alhamdulillah kaki masih diberi kekuatan oleh-Nya untuk terus melangkah.
Puncak sudah terlihat namun mungkin itu merupakan puncak palsu. Kata Bayu, di Sindoro ini terdapat beberapa puncak palsu di bawah puncak sejatinya yang terkadang menipu para pendaki.
Kali ini kami benar-benar tertipu, kami kira yang kami lihat saat itu adalah puncak palsu ternyata malah puncak sejatinya…. wah wah *-*
Kali ini kami benar-benar tertipu, kami kira yang kami lihat saat itu adalah puncak palsu ternyata malah puncak sejatinya…. wah wah *-*
Kami pun terheran-heran, masih sepagi ini sudah sampai di puncak. Kumandang adzan subuh pun belum terdengar, karena memang saat kami sampai di puncak, jam baru menunjukkan pukul 4.15. Kami pun bingun mau ngapain… #wew
Sejauh itu, artinya kami sudah menghabiskan waktu selama hampir satu jam dari tempat kami ngecamp di bawah Pos 4 untuk akhirnya sampai di puncaknya.
Pemandangan sesaat kami sampai di puncak masih gelap gulita. Hanya terlihat samar-samar kawah besar yang menganga mengepulkan asap sulfatara di sebelah utara.
Dengan bau belerang yang lumayan menyengat, kami menggelar sajadah untuk menunaikan sholat Subuh.
Dengan bau belerang yang lumayan menyengat, kami menggelar sajadah untuk menunaikan sholat Subuh.
Bintang dan bulan masih bersinar di langit yang mulai keabu-abuan. Bagitu pula di ufuk timur mulai terlihat gradasi cantik berhiaskan gumpalan awan tebal di bawahnya.
Perlahan mentari pun menyingsing, namun angin yang kurang bersahabat sempat menerbangkan asap belerang pekat ke arah kami. Alhasil pemandangan pun sempat tertutup kelamnya asap pekat dari Kawah Jolotundo. Angin yang bertiup saat itu juga termasuk angin basah yang membuat lensa kamera sampai badan kamera sedikit basah berembun.
Perlahan mentari pun menyingsing, namun angin yang kurang bersahabat sempat menerbangkan asap belerang pekat ke arah kami. Alhasil pemandangan pun sempat tertutup kelamnya asap pekat dari Kawah Jolotundo. Angin yang bertiup saat itu juga termasuk angin basah yang membuat lensa kamera sampai badan kamera sedikit basah berembun.
Sumbing masih menghitam.... eksotis.... |
Tak bertahan lama akhirnya angin pun mulai bersahabat dengan tidak berhembus ke arah kami sehingga kami jadi lebih leluasa mengabadikan momen spesial dengan mentari yang mulai menyingsing.
Menanti Sunrise di Puncak Sindoro |
Subhanallah…. pemandangan yang sangat luar biasa, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata deh pokoknya…. *-*