Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan berat beban
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut Ranu Kumbolo...
Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa
Masihkah terbersit asa
Anak cucuku mencumbui pasirnya
Disana nyalimu teruji
Oleh ganas cengkraman hutan rimba
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa
Saking meningkatnya animo terhadap keindahan Semeru, ada juga aktifitas yang sudah dilarang namun tetap dilakukan. Apalagi kalau bukan berenang. Jelas-jelas ada papan warning-nya kalau nggak boleh berenang, eh masih tetap saja ada yang nekat.
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut Ranu Kumbolo...
Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa
Masihkah terbersit asa
Anak cucuku mencumbui pasirnya
Disana nyalimu teruji
Oleh ganas cengkraman hutan rimba
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa
Begitulah sekiranya lirik lagu "Mahameru" yang dipopulerkan oleh Dewa 19 saat Ari Lasso masih menjadi vokalisnya. Sebenarnya sih lagu itu baru saya dengar di tahun 2013 ini, nggak nyangka juga ada lagu yang terdengar pendaki banget gitu. Sempat juga muncul pertanyaan, apa latar belakangnya dibuatnya lagu itu ya? Apa jaman dulu uda ada film pendakian Semeru yang memakai soundtrack lagu itu? atau apa memang salah satu dari personil Dewa 19 ada yang pendaki? entahlah....
Kalau kita ndengerinnya setelah bisa sampai Puncak Semeru pasti kita bakal ngomong kalau lagu itu sangat pas banget, apalagi diputernya malem-malem di dalam tenda pas ngecamp di Ranu Kumbolo, Kalimati, atau Arcapada. Hmmm....
Tak disangka juga setelah akhir Desember 2012 lalu bisa menapakkan kaki di Mahameru bersama empat orang teman alumni STAN (ceritanya ada disini), ternyata kesempatan untuk "mencumbui pasir" Mahameru bisa saya dapatkan kembali pada akhir bulan Juni tahun 2013 lalu.
Kali kedua saya ke Semeru saat itu masih bersama teman Alumni STAN tapi lebih spesifiknya lagi dengan saudara-saudara STAPALA, tentunya dari berbagai generasi. Dari yang dilantik terakhir yaitu SPA 1010/SPA/2012 yang seangkatan dengan saya, sampai yang paling senior 237/SPA/1990 ada di pendakian kali itu. Nggak semua sih, hanya 20-an orang saja yang ikut saat itu.
Kali kedua saya ke Semeru saat itu masih bersama teman Alumni STAN tapi lebih spesifiknya lagi dengan saudara-saudara STAPALA, tentunya dari berbagai generasi. Dari yang dilantik terakhir yaitu SPA 1010/SPA/2012 yang seangkatan dengan saya, sampai yang paling senior 237/SPA/1990 ada di pendakian kali itu. Nggak semua sih, hanya 20-an orang saja yang ikut saat itu.
Nggak cuma saya yang sudah pernah merasakan panjangnya trek Semeru, kabut pagi di atas Ranu Kumbolo, lebatnya bunga ungu mirip Lavender di Oro-oro Ombo, eksotisnya Edelweis di Kalimati, mistisnya Arcapada, dan tentunya lelahnya menapaki trek berpasir menuju Mahameru. Sebagian dari kami ada yang sudah beberapa kali merasakannya. Namun seberapa seringnya juga mendaki gunung yang namanya Semeru itu, tidak akan membuat seorang pendaki pun akan bosan dengan keistimewaannya.
Tak heran juga saat saya dan beberapa dari kami berdiri di atas tanjakan cinta, sempat terucap dari mulut Bang Chori sambil memandang ke bawah arah Ranu Kumbolo
"Ternyata Semeru masih indah...."
Yo'i bang Semeru bakal tetap indah sampai kapan pun jika yang mendaki Semeru masih pendaki yang benar-benar memiliki jiwa pendaki. Beliau yang pernah ke Semeru 21 tahun yang lalu (1992) tentu merasakan adanya penyusutan keindahan di Ranu Kumbolo, salah satunya dari segi kebersihan pastinya.
Makin berjalannya waktu, makanan instan juga makin variatif, makin macam-macam pula sampah plastik yang teronggok di tepian danau yang menjadi surga bagi pendaki Semeru itu. Airnya pun sekarang dipertanyakan kualitasnya apakah masih layak minum langsung seperti dulu kala atau tidak, mengingat aktifitas dan minat pendaki yang makin meningkat.
Saking meningkatnya animo terhadap keindahan Semeru, ada juga aktifitas yang sudah dilarang namun tetap dilakukan. Apalagi kalau bukan berenang. Jelas-jelas ada papan warning-nya kalau nggak boleh berenang, eh masih tetap saja ada yang nekat.