YouTube instagram facebook twitter tumblr linkedin
  • Home
  • Features
    • Budaya
    • Pendakian
    • Wisata
    • Alam
  • Documentation
  • My Profile

www.ardiyanta.com

Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan berat beban
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut Ranu Kumbolo...

Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta

Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa

Masihkah terbersit asa
Anak cucuku mencumbui pasirnya
Disana nyalimu teruji
Oleh ganas cengkraman hutan rimba
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta


Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa




Begitulah sekiranya lirik lagu "Mahameru" yang dipopulerkan oleh Dewa 19 saat Ari Lasso masih menjadi vokalisnya. Sebenarnya sih lagu itu baru saya dengar di tahun 2013 ini, nggak nyangka juga ada lagu yang terdengar pendaki banget gitu. Sempat juga muncul pertanyaan,  apa latar belakangnya dibuatnya lagu itu ya? Apa jaman dulu uda ada film pendakian Semeru yang memakai soundtrack lagu itu? atau apa memang salah satu dari personil Dewa 19 ada yang pendaki? entahlah....


Kalau kita ndengerinnya setelah bisa sampai Puncak Semeru pasti kita bakal ngomong kalau lagu itu sangat pas banget, apalagi diputernya malem-malem di dalam tenda pas ngecamp di Ranu Kumbolo, Kalimati, atau Arcapada. Hmmm.... 

Tak disangka juga setelah akhir Desember 2012 lalu bisa menapakkan kaki di Mahameru bersama empat orang teman alumni STAN (ceritanya ada disini), ternyata kesempatan untuk "mencumbui pasir" Mahameru bisa saya dapatkan kembali pada akhir bulan Juni tahun 2013 lalu.

Kali kedua saya ke Semeru saat itu masih bersama teman Alumni STAN tapi lebih spesifiknya lagi dengan saudara-saudara STAPALA, tentunya dari berbagai generasi. Dari yang dilantik terakhir yaitu SPA 1010/SPA/2012 yang seangkatan dengan saya, sampai yang paling senior 237/SPA/1990 ada di pendakian kali itu. Nggak semua sih, hanya 20-an orang saja yang ikut saat itu. 

Nggak cuma saya yang sudah pernah merasakan panjangnya trek Semeru, kabut pagi di atas Ranu Kumbolo, lebatnya bunga ungu mirip Lavender di Oro-oro Ombo, eksotisnya Edelweis di Kalimati, mistisnya Arcapada, dan tentunya lelahnya menapaki trek berpasir menuju Mahameru. Sebagian dari kami ada yang sudah beberapa kali merasakannya. Namun seberapa seringnya juga mendaki gunung yang namanya Semeru itu, tidak akan membuat seorang pendaki pun akan bosan dengan keistimewaannya. 

Ranu Kumbolo dengan filter instagram

Tak heran juga saat saya dan beberapa dari kami berdiri di atas tanjakan cinta, sempat terucap dari mulut Bang Chori  sambil memandang ke bawah arah Ranu Kumbolo

"Ternyata Semeru masih indah...." 

Yo'i bang Semeru bakal tetap indah sampai kapan pun jika yang mendaki Semeru masih pendaki yang benar-benar memiliki jiwa pendaki. Beliau yang pernah ke Semeru 21 tahun yang lalu (1992) tentu merasakan adanya penyusutan keindahan di Ranu Kumbolo, salah satunya dari segi kebersihan pastinya. 
Makin berjalannya waktu, makanan instan juga makin variatif, makin macam-macam pula sampah plastik  yang teronggok di tepian danau yang menjadi surga bagi pendaki Semeru itu. Airnya pun sekarang dipertanyakan kualitasnya apakah masih layak minum langsung seperti dulu kala atau tidak, mengingat aktifitas dan minat pendaki yang makin meningkat. 

Saking meningkatnya animo terhadap keindahan Semeru, ada juga aktifitas yang sudah dilarang namun tetap dilakukan. Apalagi kalau bukan berenang. Jelas-jelas ada papan warning-nya kalau nggak boleh berenang, eh masih tetap saja ada yang nekat. 
05:57:00 22 komentar


Masih belum banyak yang akrab sepertinya dengan gunung yang berada di Povinsi Jawa Tengah yang satu ini. Mungkin lebih akrabnya dengan Ungaran-nya saja.
Yap, Ungaran merupakan sebuah daerah yang masuk dalam wilayah administrasi Kab. Semarang sekaligus menjadi ibukota kabupaten tersebut. Tapi siapa sangka, nama daerah tersebut juga disandangkan pada sebuah gunung berketinggian 2.050 mdpl yang juga berada tak jauh dari pusat kota. Memang sih tidak termasuk gunung yang memiliki ketinggian yang mumpuni, tapi jangan salah sangka dulu. Faktanya gunung ini termasuk gunung yang berada lumayan dekat dengan Kota Semarang yang notabene adalah kota di pesisir sehingga menandakan bahwa start pendakian juga terhitung masih di ketinggian yang rendah.

Telomoyo (kiri) dan Gunung Ungaran (kanan)

Bicara masalah start pendakian, pernah dengar nggak mengenai Objek Wisata Umbul Sidomukti???
Objek wisata tersebut terkenal dengan wisata out bound-nya yang menantang dan memacu adrenalin, salah satunya yaitu flying fox dan susur jaring-jaring yang terhitung sangat ekstrim karena berada di atas jurang yang amat dalam. 
Objek wisata ini dibuat sedemikian rupa dengan segala pertimbangan termasuk penentuan lokasi yang tepat untuk menciptakan satu kawasan wisata yang lain dari yang lain, selain itu juga dilengkapi dengan wisata kuliner dan akomodasi yang juga asik tentunya karena udaranya yang sangat sejuk dengan pemandangan yang lumayan ajib. 

Di sekitaran objek wisata tersebut juga sekarang mulai ramai dengan adanya camping ground yang disediakan pengelola untuk pengunjung yang ingin menikmati keindahan panorama alam yang menghadap terbitnya matahari dan juga Kota Semarang yang jika dinikmati saat malam hari akan terasa apik dengan gemerlap lampu-lampu riuh kotanya.

Paket lengkap objek wisata tersebut lokasinya tak lain berada di lereng gunung yang sedang diulas di postingan kali ini. Saya kira kebanyakan pengunjung lebih familiar dengan objek-objek wisata tersebut ketimbang gunung yang menaunginya, bahkan mungkin tidak tahu malah kalau lokasi rangkaian objek wisata tersebut berada di lereng Gunung Ungaran.

Sepertinya perlu dipromosikan lagi nih mengenai keberadaan gunung tersebut di kalangan pendaki-pendaki, karena dibalik ketinggiannya yang tak sebanding dengan gunung-gunung tetangganya yang hampir semuanya berada di atas 3.000an mdpl seperti Merbabu, Sindoro, Sumbing, dkk; Gunung Ungaran ternyata memiliki trek yang lumayan menguras tenaga dan kewaspadaan karena keterjalan dan licinnya medan. Hal itu didukung dengan cerita pendaki-pendaki yang menceritakan pengalamannya mendaki gunung tersebut di blognya.

Tak hanya itu saja yang menjadi daya tarik di gunung unik tersebut, masih ada Desa Promasan yang merupakan desa kecil yang mulai menjadi desa wisata yang lokasinya berada di bawah puncak Gunung Ungaran. Desa itu dihuni beberapa kepala keluarga yang sebagian besar sehari-harinya bekerja sebagai pemetik teh, dan memang keberadaan desa kecil itu di tengah-tengah hamparan perkebunan teh yang luas. Tak jauh dari desa juga terdapat satu lagi spot menarik yang harus didatangi karena nilai sejarahnya yaitu Goa Jepang.


 tampak Desa Promasan dari depan Goa Jepang dan
Karena itu pula saya tertarik untuk menjajal menapakkan kaki di terjalnya gunung tersebut dengan salah satu teman mendaki yang akhir-akhir ini sering naik gunung bareng yaitu Bayu.
Hari itu tepatnya Sabtu, 15 Juni 2013 yang akhirnya dipilih sebagai hari yang cocok untuk mendaki Gunung Ungaran. Selain untuk berburu keindahan di gunung tersebut, saya juga memanfaatkan momen pendakian kali itu sebagai pemanasan sebelum mendaki Semeru bareng STAPALA STAN tanggal 22 nya.

JALUR PENDAKIAN

Sekiranya ada tiga jalur pendakian yang bisa dilewati pendaki yang hendak menuju puncak Gunung Ungaran. Dua jalur yang tak terlalu jauh terpisah adalah Jalur Gedong Songo dan Jalur Sidomukti (Jimbaran) yang sama-sama berada di satu jalur kawasan wisata Bandungan-Sumowono. Jalur yang lain berada di sebelah utara yaitu Jalur di Boja.

  •   Jalur Gedong Songo

Objek wisata di lereng Gunung Ungaran tak hanya ada di Jalur Jimbaran saja, di satu jalur pendakian yang lain pun ada, yaitu Jalur Gedong Songo.
Gedong Songo sebenarnya merupakan sebuah kompleks situs candi yang dari namanya kita sudah bisa menebak kalau jumlah candinya ada 9 namun kini kita hanya bisa menikmati hanya 5 candi saja yang masih utuh. 
Letaknya di lereng Gunung Ungaran, pada koordinat 110°20’27” BT dan 07°14’3” LS di desa Darum, Kelurahan Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah.
Keistimewaan candi tersebut adalah lokasinya tiap candi yang berada terpisah satu sama lain yang menuntut pengunjung untuk trekking dulu melalui jalanan menanjak khas pegunungan untuk melihat satu per satu candinya.
Bisa dicapai melalui rute Kota Ungaran – Bandungan – Gedong Songo dengan waktu tempuh 1 jam perjalanan. Apabila dari Yogyakarta bisa melalui Kota Ambarawa (Tugu Palagan Ambarawa) – Bandungan – Gedong Songo, waktu perjalanan sekitar 2 jam.

Detail trek di jalur ini mungkin baru bisa saya ceritakan kalau sudah melewatinya sendiri kali ya, soalnya bukan jalur ini yang kami lewati di pendakian beberapa waktu yang lalu.

  •  Jalur Medini

Jalur pendakian ini ada di sisi utara Gunung Ungaran melewati bumi perkemahan Gonoharjo, Kecamatan Boja, Kabupaten kendal. Akses ke Gonoharjo salah satunya bisa dicapai menggunakan angkutan umum, jika dimulai dari Kota Semarang bisa dengan bus kecil jurusan Boja turun di pertigaan yang menuju Gonoharjo dan Kendal lalu lanjut angkutan pedesaan sampai ke desa Gonoharjo. Diteruskan dengan jalan kaki atau ojek sampai di bumi perkemahannya. Lebih mudah lagi kalau pakai kendaraan pribadi, bisa langsung menuju Desa Medini bahkan sampai di Promasan dengan melewati jalan batu yang biasa dilewati truk pengangkut teh.


Kebun Teh dan Desa Promasan

Jika sudah sampai Medini perjalanan dilanjutkan menuju Promasan. Ada dua jalan yang  bisa dilalui, yaitu jalan truk yang agak memutar dan jalan setapak yang melalui hutan. Jalan yang sering dilalui para pendaki adalah jalan setapak. Kira-kira setengah perjalanan kita akan bertemu dengan jalan truk yang akan dilewati hingga desa Promasan.

Sampai di Promasan, desa di tengah perkebunan teh, kita bisa mampir sebentar di Basecamp pendakian  di desa tersebut atau bisa juga langsung menuju puncaknya mengikuti petunjuk yang ada. 

19:04:00 56 komentar
Newer Posts Older Posts Home

Follow Us

recent posts

Blog archive

  • March (1)
  • March (1)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • October (1)
  • June (1)
  • May (1)
  • April (1)
  • March (2)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • July (2)
  • June (5)
  • March (1)
  • January (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • August (1)
  • July (1)
  • June (2)
  • May (2)
  • April (1)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • August (1)
  • June (2)
  • May (4)
  • April (6)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (2)
  • November (4)
  • October (2)
  • September (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (3)
  • April (6)
  • March (12)
  • February (4)
  • January (11)
  • November (3)
  • March (2)
  • February (1)
  • February (1)