Akhirnya hari Sabtu menyapa lagi, saatnya kembali ke alam.
Alam memang begitu ngangenin, sampai-sampai pengennya tiap Sabtu perlu nyegerin
mata melihat indahnya alam Indonesia. Tak perlu jauh-jauh lah, yang dekat saja
belum semua sudah didatangi, saking banyaknya tempat indah di sekitar tempat
tinggal.
Akhir pekan ketiga Oktober ini, telah direncanakan
matang-matang untuk menuju satu destinasi yang tak begitu jauh namun tak seberapa
sering terdengar pula. Waduk Bade, menjadi tempat yang akhirnya kami pilih.
Kali ini atas usul U'ul, yang kebetulan menjadi penguasa waduk tersebut. Haha,
bercanda.... Dia mengusulkan tempat berair itu karena tak lain memang dekat
dengan rumahnya di Karanggede. Waduk tersebut berada di sebelah timurnya,
tepanya di Desa Bade, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali.
Sudah punya bayangan kah dimana tepatnya Waduk Bade? kalau
belum saya kasih ancer-ancer deh. Kalau dari Salatiga, kita perlu menemukan
Terminal Pos Tingkir dulu. Setelah itu tinggal pacu kendaraan ke arah
Karanggede (ke timur) sekitar 15 km an lalu temukan Kecamatan Klego.
Kalau pakai jalur lain bisa juga, lewat Boyolali atau Solo. Dari jalan raya
Solo-Boyolali bisa belok kanan (ada papan penunjuk arah Simo, Karanggede) di
sebuah lampu merah di depan pabrik. Lalu tinggal ke arah utara saja. Ada
beberapa papan petunjuknya kok, tapi minim sehingga perlu ketajaman mata untuk
menemukannya. Kalau kurang yakin ya bertanyalah kepada penduduk
sekitar.
Sebelumnya, Waduk Bade pernah saya kenal dan lihat langsung
meski dari kejauhan saat melintasi sebuah jalan yang tak begitu lebar. Kali itu saya mencoba jalan baru yang belum pernah saya
lewati, yaitu jalan alternatif Solo-Salatiga via
Karanggede. Dari kejauhan tampak
sangat indah saat itu, karena sudah sore maka saya skip saja dulu berkenalan sama Waduk Bade-nya. Dan kebetulan entah
bagaimana ada ajakan menuju tempat tersebut tanpa saya minta.
*-*
Pagi itu cuaca mendung
menjadi pemandangan yang menghiasi Kota Salatiga dan sekitarnya. Bahkan malam
harinya sempat hujan deras. Bagi saya pribadi, mendung menjadi sesuatu yang
mengurangi semangat. Meski hal tersebut tak serta merta menjadi penghalang atau
menjadi alasan untuk membatalkan suatu rencana. Tapi yang namanya cuaca siapa
yang tahu sih. Orang sono bilang show
must go on. Kami pun demikian, meski mendung namun rencana diusahakan bisa terlaksana.
Singkat cerita, pagi itu
kami sudah sampai di rumah U’ul setelah saya dan Angga janjian ketemu di
Tingkir karena kami berangkat dari rumah masing-masing. Cuaca seketika
bersahabat dengan kami, seolah mendukung perjalanan kami saat itu. Tanpa basa
basi, kami langsung berangkat saja menuju Waduk Bade. Rencananya sih kami juga
mau mengnjungi sebuah goa, entah goa apa itu tapi U’ul menyebutnya Goa Mie Ayam.
Konon dulu ada yang jualan Mie Ayam di dekatnya. Namun kabarnya sudah tak ada
lagi penjual kuliner merakyat tersebut.
Kurang lebih 15’ kami
akhirnya sampai di pintu masuk area wisata Waduk Bade. Seorang mas-mas dengan
tiket sebongkok di tangannya memyambut kami. Seketika kami tahu kalau kami harus menukar lembaran-lembarannya dengan uang. Entah karena akhir pekan atau memang
tiap hari mas-mas itu hadir, tapi saya lebih yakin kalau hanya saat weekend
saja mas-mas itu muncul. Untuk masuk lebih ke dalam, kami bertiga dengan dua
motor dipatok Rp 10.000,- oleh nya.
Oke, tiket sudah di
tangan dan saatnya mencicipi Waduk Bade. Let’s Go…!!!
![]() |
papan yang menyapa sesaat setelah masuk area waduk |
![]() |
pohon rindang menghiasi pinggiran waduk, kalau laper tinggal jajan aja |
![]() |
rasakan semilir angin sambil menikmati keindahan Waduk Bade |
![]() |
bisa memandang Waduk Bade secara keseluruhan |
![]() |
berpapasan dengan warga di tengah aktifitasnya |
![]() |
tepian waduk ditumbuhi rerumputan |
Mulai dari mana yaa, wah
kayaknya menyisiri tepian waduk sambil memotret keindahannya kayaknya oke nih.
Kalau berjalan di tepiannya serasa berada di sabuah sabana hijau dengan kolam
ikan super besar di tengahnya. Apalagi ada bapak pencari ikan dengan
aktifitasnya yang menandakan waduk itu benar-benar penuh ikan.