YouTube instagram facebook twitter tumblr linkedin
  • Home
  • Features
    • Budaya
    • Pendakian
    • Wisata
    • Alam
  • Documentation
  • My Profile

www.ardiyanta.com




Akhirnya hari Sabtu menyapa lagi, saatnya kembali ke alam. Alam memang begitu ngangenin, sampai-sampai pengennya tiap Sabtu perlu nyegerin mata melihat indahnya alam Indonesia. Tak perlu jauh-jauh lah, yang dekat saja belum semua sudah didatangi, saking banyaknya tempat indah di sekitar tempat tinggal.


Akhir pekan ketiga Oktober ini, telah direncanakan matang-matang untuk menuju satu destinasi yang tak begitu jauh namun tak seberapa sering terdengar pula. Waduk Bade, menjadi tempat yang akhirnya kami pilih. Kali ini atas usul U'ul, yang kebetulan menjadi penguasa waduk tersebut. Haha, bercanda.... Dia mengusulkan tempat berair itu karena tak lain memang dekat dengan rumahnya di Karanggede. Waduk tersebut berada di sebelah timurnya, tepanya di Desa Bade, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali.

Sudah punya bayangan kah dimana tepatnya Waduk Bade? kalau belum saya kasih ancer-ancer deh. Kalau dari Salatiga, kita perlu menemukan Terminal Pos Tingkir dulu. Setelah itu tinggal pacu kendaraan ke arah Karanggede (ke timur) sekitar 15 km an lalu temukan Kecamatan Klego. Kalau pakai jalur lain bisa juga, lewat Boyolali atau Solo. Dari jalan raya Solo-Boyolali bisa belok kanan (ada papan penunjuk arah Simo, Karanggede) di sebuah lampu merah di depan pabrik. Lalu tinggal ke arah utara saja. Ada beberapa papan petunjuknya kok, tapi minim sehingga perlu ketajaman mata untuk menemukannya. Kalau kurang yakin ya bertanyalah kepada penduduk sekitar.

Sebelumnya, Waduk Bade pernah saya kenal dan lihat langsung meski dari kejauhan saat melintasi sebuah jalan yang tak begitu lebar. Kali itu saya mencoba jalan baru yang belum pernah saya lewati, yaitu jalan alternatif Solo-Salatiga via Karanggede. Dari kejauhan tampak sangat indah saat itu, karena sudah sore maka saya skip saja dulu berkenalan sama Waduk Bade-nya. Dan kebetulan entah bagaimana ada ajakan menuju tempat tersebut tanpa saya minta.


*-*
Pagi itu cuaca mendung menjadi pemandangan yang menghiasi Kota Salatiga dan sekitarnya. Bahkan malam harinya sempat hujan deras. Bagi saya pribadi, mendung menjadi sesuatu yang mengurangi semangat. Meski hal tersebut tak serta merta menjadi penghalang atau menjadi alasan untuk membatalkan suatu rencana. Tapi yang namanya cuaca siapa yang tahu sih. Orang sono bilang show must go on. Kami pun demikian, meski mendung namun rencana diusahakan bisa terlaksana.

Singkat cerita, pagi itu kami sudah sampai di rumah U’ul setelah saya dan Angga janjian ketemu di Tingkir karena kami berangkat dari rumah masing-masing. Cuaca seketika bersahabat dengan kami, seolah mendukung perjalanan kami saat itu. Tanpa basa basi, kami langsung berangkat saja menuju Waduk Bade. Rencananya sih kami juga mau mengnjungi sebuah goa, entah goa apa itu tapi U’ul menyebutnya Goa Mie Ayam. Konon dulu ada yang jualan Mie Ayam di dekatnya. Namun kabarnya sudah tak ada lagi penjual kuliner merakyat tersebut.

Kurang lebih 15’ kami akhirnya sampai di pintu masuk area wisata Waduk Bade. Seorang mas-mas dengan tiket sebongkok di tangannya memyambut kami. Seketika kami tahu kalau kami harus menukar lembaran-lembarannya dengan uang. Entah karena akhir pekan atau memang tiap hari mas-mas itu hadir, tapi saya lebih yakin kalau hanya saat weekend saja mas-mas itu muncul. Untuk masuk lebih ke dalam, kami bertiga dengan dua motor dipatok Rp 10.000,-  oleh nya.

Oke, tiket sudah di tangan dan saatnya mencicipi Waduk Bade. Let’s Go…!!!

papan yang menyapa sesaat setelah masuk area waduk

pohon rindang menghiasi pinggiran waduk,
kalau laper tinggal jajan aja

rasakan semilir angin sambil menikmati keindahan Waduk Bade

bisa memandang Waduk Bade secara keseluruhan

berpapasan dengan warga di tengah aktifitasnya

tepian waduk ditumbuhi rerumputan

Mulai dari mana yaa, wah kayaknya menyisiri tepian waduk sambil memotret keindahannya kayaknya oke nih. Kalau berjalan di tepiannya serasa berada di sabuah sabana hijau dengan kolam ikan super besar di tengahnya. Apalagi ada bapak pencari ikan dengan aktifitasnya yang menandakan waduk itu benar-benar penuh ikan.
08:31:00 12 komentar


Baru tahu bagaimana berharganya hari Sabtu dan Minggu itu mulai bulan Oktober ini. Sebelumnya sih bebas-bebas aja pilih hari dan pilih destinasi sesuka hati nggak peduli weekday maupun weekend. Kewajiban lah yang membuat demikian. Oleh karena itu di akhir pekan kedua bulan Oktober ini dirasa perlu untuk membebaskan diri dulu dari komputer kantor yang membuat mata sedikit pedih. Kalau saya sih dengan alam lah mata yang awalnya pedih bisa agak sedikit tersegarkan. Gunung??? ya gunung… Sebenarnya di lubuk hati yang terdalam ingin menyusuri jalan setapaknya bersama sahabat. Tapi karena suatu hal, keinginan itu perlu dipending dulu. Tetap sih, alam masih menjadi prioritas utama. Kali ini pilihan jatuh pada sebuah air terjun yang sebenarnya sudah lama saya kenal namun belum sekalipun sempat disambangi. Pernah sih lewat di gerbang masuknya saat mau nanjak Merapi beberapa bulan yang lalu tapi untuk benar-benar mencicipi segar airnya belum sempat terwujud. Air Terjun yang dimaksud adalah “Kedung Kayang”. Kayang? Apa hubungannya dengan salah satu gerakan yang mengingatkan saya pada satu gerakan senam lantai saat SMP dulu ya…??? Oke sabar, ada ceritanya kok…

Dari ajakan Angga lah keinginan itu baru kesampaian. Tak terlalu jauh sebenarnya lokasi air terjun itu dari rumah saya. Jalannya sama arahnya kalau kita mau ke Ketep Pass, cuman agak jauh dikit. Dari gardu pandang Ketep perlu memacu kendaraan ke arah Selo-Boyolali. Setelah belokan ke kiri yang cukup nikung, perlu sekitar satu km saja kita bisa sampai di pintu masuk yang ada di kanan jalan. Kalau dari arah Kota Boyolali sendiri juga sama mudahnya untuk mencapainya, tinggal masuk saja di gerbang di samping RSUD Boyolali yang bertuliskan Solo Selo Boyolali (SOSEBO), tapi cukup jauh kalau kita pakai jalur satu ini ketimbang yang lewat Ketep Pass.

Kedung Kayang sendiri merupakan sebuah air terjun setinggi sekitar 40-an meter yang terletak di alur Sungai Pabelan yang berasal dari dua gunung yaitu Merapi dan Merbabu pada ketinggian kira-kira 950 meter dari permukaan laut. Secara administratif terletak di perbatasan Kabupaten Magelang dan Boyolali, diantara Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang dan Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.


penampakan si air terjun dari anak tangga

Singkat cerita pagi itu kami berdua berangkat setelah sebelumnya kumpul di rumah saya di Getasan. Awalnya sih cuaca pagi itu terasa sangat bersahabat alias cerah pake banget, namun setelah masuk di kawasan Kabupaten Magelang barulah gumpalan awan kelam mulai menggelayut di langit Gunung Merbabu dan Merapi. Mendung sih tak masalah, tapi kami sangat berharap jangan sampai hujan turun. Tau sendiri lah, kami kan mau ke air terjun. Gimana jadinya kalau hujan turun dengan deras. Gak jadi seru kali ya.. Terlebih lagi sebelumnya saat browsing2 tentang air terjun yang ingin kami datangi tersebut, saya sempat menemukan artikel yang memberitakan dua orang kakak beradik mahasiswa UKSW Salatiga yang bernasib naas saat mengunjungi air terjun Kedung Kayang bertepatan saat hujan turun. Mereka berdua tewas. Huh, berita itu memang agak membuat saya gimana gitu. Tapi kami cuma bisa berdoa semoga kami selalu dalam lindungan-Nya.

Hore banget saat kami sudah melewati pintu gerbang Ketep Pass, cahaya matahari mulai bersahabat kembali sehingga saat kami sampai di loket Kedung Kayang malah jadinya terik banget. Langkah kami dimulai setelah tiket Rp 4.000,- untuk satu orang telah dikantongi. Menyusuri jalan berpaving tak begitu lebar diselingi warung-warung kecil yang menjajakan makanan dan minuman ringan, kami sempat pikir-pikir sejenak saat sampai di ujung jalan dengan percabangan. Ke kiri menuju atas air terjun sedangkan ke kanannya mengarah ke bawahnya dan satu spot menarik lain yaitu terowongan. Kami memutuskan untuk menjajal yang biasa dulu yaitu ke bawah air terjunnya, barulah setelahnya kami akan mencoba yang dari atas. Seperti biasa kalau kita ke air terjun pastilah harus trekking-trekking dulu seperti kalau ke air terjun Kali Pancur, Sekar Langit, Seloprojo, Curug KembarBolodewo, Grenjengan Kembar dan yang lainnya. Dengan kata lain nggak langsung sampai di air terjunnya secara serta merta. Nggak wow lah kalau tiba-tiba langsung sampai aja.

silahkan tentukan pilihanmu...!!!

menjadi turunan saat menuju air terjun
dan
menjadi tanjakan saat mau balik

kalau hujan deras, ni tempat jadi sungai loh...

Sempet salah jalan pas menuruni jalan berpaving itu. Harusnya turun terus, kami malah pake belok. Jadinya nyampe ke jalan yang ke arah atas air terjun tadi. Kalau mau ke bawahnya cukup ikuti jalan berpaving yang menurun ke kanan saja, gak perlu tikang-tikung. Memang sih rasanya kayak malah menjauhi spot air terjunnya yang sudah keliatan sedari di percabangan jalan pertama. Namun sepertinya memang sengaja dibuat demikian biar pengunjung menyusuri sungai dari aliran air terjun utamanya yang memang ternyata sangat bening dan seger banget airnya. 

16:49:00 16 komentar
Newer Posts Older Posts Home

Follow Us

recent posts

Blog archive

  • March (1)
  • March (1)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • October (1)
  • June (1)
  • May (1)
  • April (1)
  • March (2)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • July (2)
  • June (5)
  • March (1)
  • January (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • August (1)
  • July (1)
  • June (2)
  • May (2)
  • April (1)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • August (1)
  • June (2)
  • May (4)
  • April (6)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (2)
  • November (4)
  • October (2)
  • September (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (3)
  • April (6)
  • March (12)
  • February (4)
  • January (11)
  • November (3)
  • March (2)
  • February (1)
  • February (1)