YouTube instagram facebook twitter tumblr linkedin
  • Home
  • Features
    • Budaya
    • Pendakian
    • Wisata
    • Alam
  • Documentation
  • My Profile

www.ardiyanta.com

Sepertinya memang sudah menjadi passion saya selalu tertarik untuk mengeksplor tempat baru yang saya datangi, termasuk Pulau Sulawesi yang semenjak tahun 2011 menjadi tanah dimana saya berpijak. Ditahun 2016 yang merupakan tahun terakhir saya berada di pulau berbentuk huruf “K” itu posisi saya berada di Kota Majene, Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat pun alhamdulillah sudah sedikit banyak saya eksplore. Oiya, saya juga suka pergi kemana-mana dengan motor. Tentunya dengan jarak yang lumayan jauh-jauh hingga berpindah provinsi. Alasannya karena fleksibilitas dimana bisa sesuka hati berhenti dan lanjut kapanpun yang saya mau dan yang penting bisa sekalian mampir-mampir di tempat menarik yang dilewati.

Nggak terhitung berapa kali saya sudah motoran dari Sulawesi Barat menuju beberapa kota di Sulawesi Selatan. Paling jauh sampai kota paling ujung selatan Sulawesi Selatan yaitu Bulukumba yang terkenal menjadi surga pantai-pantai cantik. Banyak kota kabupaten yang dilewati sejauh perjalanan antar provinsi itu. Ada satu kabupaten yang selalu luput dari perhatian saya karena memang letaknya persis di perbatasan antara Sulbar dan Sulsel, yaitu Pinrang. Padahal ternyata potensi wisatanya sangat sayang untuk dipalingkan dari pandangan. Bentang alamnya nggak berbeda jauh dengan Majene yang punya wilayah pantai sekaligus pegunungan, tapi sepertinya Pinrang punya pegunungan yang lebih tinggi menjulang jika dilihat dari jalan poros.

Destinasi yang menjadi tempat wisata terakhir sebelum saya pindah dari Sulawesi ini adalah salah satu air terjun terindah di Pinrang. Hmmm, yap salah satu. Karena banyak banget air terjun cantik di kabupaten itu. Satu yang pernah saya datangi di awal kedatangan di Sulawesi dulu adalah Air Terjun Kalijodo yang punya beberapa aliran air terjun yang tersebar di beberapa titik.

serasa milik sendiri

Nah, kali ini yang bakal dibahas adalah Air Terjun Karawa atau penduduk sekitar menamainya Air Terjun Batu Korang. Air terjun keren ini bisa menjadi salah satu alternatif yang pengen merefreshkan diri karena suasananya yang masih asri dan kalau mau menjadikan tempat ini serasa menjadi air terjun privat kalian bisa datang di weekday atau kalau pun di akhir pekan datang saja saat pagi hari. Saya pun saat itu sempat merasakan berada seorang diri di air terjun setinggi kurang lebih 30 m dan punya kolam yang bisa dipakai untuk berenang-renang cantik itu. Agak serem juga sih di tengah hutan seorang diri. Hanya terdengar suara gemuruh air terjun saja, tapi disitulah saya mendapat kedamaian yang sebenarnya. Cieeeh...

Menuju Air Terjun Karawa

Nggak susah-susah amat kok buat menuju air terjun ini. Letaknya seperti namanya, berada di Desa Karawa, Kecamatan Lembang, Kab. Pinrang. Agak sedikit jauh dari pusat Kota Pirang memang, malah lebih dekat dengan pusat Kota Polewali, Sulbar. Jadi kalau kalian berangkat dari arah Kota Makassar setelah sampai di Kota Pinrang, maka masih harus menempuh perjalanan lagi sejauh kira-kira 40 km ke arah Kota Polewali. Nah, kalau sudah terlihat gapura masuk yang bertuliskan PLTA Bakaru berarti kalian harus menyalakan lampu sein ke kanan, karena memang pintu gerbang itulah yang juga menjadi jalan masuk menuju air terjun Karawa. Eits, pintu gerbang itu sebenarnya merupakan gerbang masuk ke puluhan tempat wisata di Pinrang. Mau tau apa saja?
Beberapa diantaranya adalah air panas Lemosusu, air terjun Kalijodoh, Bakaru, Villa Puncak Karomba, dan masih ada beberapa lagi. Memang yang paling dekat jalan poros adalah air terjun Karawa ini yang jaraknya hanya sekitar 5 km saja. Begitu masuk Desa Karawa kalian harus perhatikan gapura di kanan jalan yang sebenarnya ada tulisannya sebagai penunjuk bahwa ada air terjun disitu tapi karena kurangnya perawatan hingga yang tersisa gerbang seperti jalan masuk ke suatu desa saja.

Setelah masuk di gerbang wisata permandian Batu Korang Desa Karawa, jalanan makin memaksa kita untuk lebih waspada karena hanya bermaterial bebatuan terjal saja. Di jalan itu juga ada bagian yang cukup terjal menanjak. Kesiapan kendaraan harus benar-benar dipastikan dalam performa terbaik yah. Kalau nggak, bisa-bisa kalian yang bakal kerepotan sendiri.

Begitu sampai di dusun kecil kalian bisa parkir disitu. Sebenarnya masih bisa naik lagi sih, tapi karena sudah ada warning untuk memarkir kendaraan disitu, saya pun nurut saja. Setelah tahu ternyata masih harus jalan kaki lumayan jauh dan ternyata di atas dekat loket masuk masih ada lahan untuk parkir cukup nyesel juga. Apalagi pas jalan kaki menuju loket penjualan karcis sempat diikuti anjing yang terus menggongong. Btw harga karcisnya murah kok, cukup Rp 5.000,- untuk satu orangnya. Parkir dipatok Rp 5.000,- juga, tapi kalian boleh nambahin seiklasnya uang parkirannya sebagai tambahan penghasilan penduduk dusun yang saya lihat sebagian besar hidup hanya mengandalkan hasil alam.

Dari loket penjualan tiket masih harus berjalan naik sekitar 15 menit lagi untuk sampai di spot air terjunnya. Mendekati air terjun jalanan berubah menjadi hanya jalan setapak dan pepohonan makin rimbun. Suara deburan air terjun pun makin terdengar jelas. Dan tak lama  bakal terlihat bangunan-bangunan yang difungsikan sebagai toilet dan kamar mandi. Ada juga warung-warung disitu tapi kebetulan lagi ada yang jualan. Jadinya sendirian deh saya disitu ga ada siapa-siapa. Mungkin ada sih yang lain, tapi enggak keliatan. Hiihii... justkid...!!!


Keringat yang bercucuran sedari mulai awal berjalan kaki tadi perlahan mulai terhapus oleh butiran air yang beterbangan. Lelah pun sedikit demi sedikit menghilang tersapu beningnya aliran air. Dan yang paling penting adalah pikiran kotor eh pikiran jenuh menjadi sirna terhempas terjunan air menyegarkan yang menuruni celah tebing melengkung berhias ukiran alam.

Pengen banget berenang di kolam yang berada tepat di bawah alirannya, apalagi airnya adem banget. Tapi sekali lagi karena saya sendirian dan gak ada yang ngawasin jadinya agak takut. Keinget kejadian yang menimpa temen waktu dia berwisata di air terjun Tiu Kelep Lombok yang meninggal di kolam yang konon ada pusaran air yang lumayan kenceng. Tapi main air dan foto-foto di sekitaran air terjun aja udah oke kok. Kalau mau merenung-merenung juga pas banget suasananya. Yang penting kalau kalian ke tempat baru apalagi alam bebas inget safety first  yah, jangan malah selfie­ first. Hormati pula penduduk sekitar, kan kita cuma pendatang yang bisa dibilang orang baru buat mereka dan alamnya.

tebingnya itu loh bikin jatuh hati

02:12:00 9 komentar

Air Terjun Bisappu ini menjadi destinasi selanjutnya setelah Air Terjun Tama’lulua di Jeneponto. Kami mampir sejenak dalam perjalanan menuju Bulukumba. Nggak ada salahnya kan kalau sekalian mampir di tempat wisata di setiap kota yang dilewati. Bantaeng berada di antara Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba. Sedangkan air terjun ini berada di Desa Bonto Salluang, Kecamatan Bissappu, Kab. Bantaeng. Gerbang masuknya berada sekitar 5 km sebelum pusat Kota Bantaeng kalau kita dari arah Kota Makassar.

Air Terjun Bisappu,
ada yang bisa menemukan saya di antara bebatuan itu ???

Jalan masuknya lumayan menanjak dan berkelok-kelok melewati desa-desa dan beberapa papan petunjuk menuju beberapa air terjun lainnya, tapi kami berniat menuju air terjun Bisappu saja karena inilah air terjun yang paling terkenal dari Bantaeng. Sempat juga kami lewati papan petunjuk menuju air terjun Bantimurung. Heran juga, bukannya air terjun Bantimurung ada di Maros yaa. Hmmm, sama namanya ga papa sih. Lagian air terjunParangloe di Gowa saja ada yang menyebutnya air terjun Bantimurung II hahaha. Biar ikutan terkenal seperti Bantimurung yang asli sepertinya.
Setelah sampai di pintu gerbang tentunya kita beli tiket masuk dulu, seiklasnya saja katanya tapi jangan kebangetan juga ya kalau ngasih. Itung-itung buat biaya pemeliharaan lah.
Begitu masuk, suara deburan air terjun sudah bisa terdengar, menandakan kalau letak air terjun tidak terlalu jauh. Selain itu juga faktor tingginya air terjun yang mencapai sekitar 80 m menjadikan suara deburan itu sudah terdengar di telinga kita begitu memasuki gerbang wisata.
Saat itu debit air terjun tidak terlalu deras namun butiran-butiran air sangar terasa mengenai kulit kita meski kita berada nggak persis di bawahnya. Kita juga bisa mendekati air terjunnya dengan melompati bebatuan yang berserakan, tapi perlu waspada dan hati-hati yah karena batunya sangat licin terlebih lagi kalau musim hujan.

sepi bgt tempatnya, bersih juga kan

Kalau teman-teman sempat pakai uang kertas berwarna merah itu untuk jajan pas SD, kemungkinan kita seumuran hahaha.

Puas main air di Bisappu Waterfall, kami lanjutkan perjalanan menuju Bulukumba. Rencananya kami bakal camping ceria semalan di Pantai Bara. 


Baca ceritanya disini nih...!!!
23:40:00 4 komentar

Memang nggak dipungkiri kalau punya gadget ditambah koneksi internet itu seakan bisa menggenggam dunia. Dengan sekali klik saja bisa dibawanya “kemanapun yang kita mau”. Selain itu perkembangan dunia fana ehhh dunia maya lewat media sosial juga membawa pengaruh besar pada pertukaran informasi sekaligus “pamer” eksistensi. Pamer foto lewat instagram lah, pamer status di facebook lah, pamer kalau lagi ada di suatu tempat lewat path lah, dan masih banyak lah lah lah yang lainnya. 
Termasuk sampainya saya di air terjun yang lagi hitz di instagram, yang punya nama Tama’lulua di Jeneponto ini, tak lain dari foto yang direpost lewat satu akun IG petualangan. 

A photo posted by Ahmad Andrias Ardiyanta (@ardiyanta) on Mar 25, 2016 at 6:29pm PDT


Mumpung masih jadi warga Sulawesi untuk sementara waktu, nggak ada salahnya kalau tempat-tempat keren di sekitar sini didatengin semua. Hmmmm, nggak mungkin bisa semua kali yaaa...??? yah paling nggak tempat-tempat hitz di sekitar Sulawesi Selatan sampai Barat pernah saya datengin.

Entah kebetulan atau memang sudah ditakdirkan, beberapa waktu yang lalu pernah saya buat postingan mengenai perjalanan menuju Pulau Kodingareng Keke di seberang Kota Makassar bersama teman-teman yang baru saja dikenal di pelabuhan penyebrangan. Nah, salah satu dari mereka ada yang orang asli Jeneponto. Jadilah setelah membuat wacana berkunjung ke rumahnya akhirnya saya bisa diantar ke air terjun yang juga bisa dinikmati dari kejauhan dengan menaiki puncak Bukit Bossolo itu.


instagramable view bgt,
diambil dari Bukit Bossolo

Oiya, rencana saat itu terasa kurang greget kalau cuman sampai Jeneponto saja, secara kalau terus-terus sedikit udah sampai ke Bulukumba yang punya sederetan surga pesisirnya. Jadinya sekalian saja buat rencana perjalanan ke spot cantik di ujung selatan Sulawesi Selatan itu.

By The Way dengan perjalanan ini saya juga berhasil memecahkan rekor perjalanan dengan sepeda motor alias touring dengan jarak dan waktu terpanjang. Rekor dalam hidup saya sendiri loh, bukan world record  hahaha. 
Berawal dari Kota Majene (Sulbar) mampir bermalam di Makassar sambil ngajakin seorang kawan buat jadi temen ngobrol sepanjang perjalanan menuju Bulukumba ntar. Paginya baru menuju Jeneponto, nginep semalem di Jeneponto termasuk ke air terjun Tama’lulua. Kemudian baru ke Bulukumba.
Di Bulukumba kami berencana cuma camping semalam di Pantai Bara. Nah, pulangnya dari Bulukumba ke Majene yang non stop nggak pake acara bermalam-bermalam lagi. Total dari Bulukumba ke Majene bisa 15 jam saya ada di jalan, udah termasuk istirahat sejenak di tempat pengisian bahan bakar. Capek sih tapi seru. Apalagi pas pulang udah bawa oleh-oleh pengalaman perjalanan yang luar biasa. Saat-saat kayak gitu bikin nagih deh.

Singkat cerita saat itu kami berdua memulai perjalanan menuju rumah Mail di Jeneponto dari Makassar. Dia cuma membekali kami dengan alamat rumah yang kurang begitu jelas. Tapi soal itu bisa dipikir setelah sampai pusat kota Jeneponto saja. Enaknya, jarak rumahnya dengan spot air terjun sangat dekat. 

Menuju Air Terjun Tama’lulua dan Bukit Bossolo
Kalau teman-teman penasaran dengan air terjun ini bisa ikuti jalan yang kami lewati nih. Lumayan gampang kok, asal pake kendaraan pribadi yah. Untuk angkutan umum mungkin ada, tapi saya nggak tahu pake angkot yang mana kesananya.

Dari Kota Makassar, kita bakal melewati beberapa kabupaten mulai Gowa, Takalar, setelah itu baru Jeneponto. Setelah sampai di pusat keramaian Jeneponto yang ditandai dengan adanya patung kuda, kita bisa berbelok ke kiri ke arah Kecamatan Kelara. Rumah Mail dan air terjun yang ingin kami tuju kebetulan adalah dua kecamatan yang bersebelahan. Rumah Mail di Kec. Kelara dan air terjun berada di Kec. Rumbia. Perjalanan dari patung kuda sampai spot air terjun kira-kira 30 km mengikuti jalan ke arah basecamp Gunung Lompobatang yang juga sempat saya daki juga beberapa waktu silam.

Begitu sampai di Rumbia kita harus menemukan terlebih dahulu sebuah lapangan yang berada disamping masjid. Jalan masuk menuju gerbang wisata ada diantara lapangan dan masjid itu tadi. Terus tinggal ikuti jalan itu aja deh sampai di tempat parkiran. Kendaraan roda empat bisa dibawa masuk sampai lokasi parkir kok.

Karena saya kesitu dengan warga lokal, alhasil masuk kawasan wisata nggak pake bayar-bayar. Meskipun bayar pun murah kok, Rp 2.000,- saja per orangnya. Kalau bawa kendaraan ada uang parkirnya juga, Rp 2.000,- untuk satu motor dan Rp 5.000,- untuk mobil. Itu adalah harga saat saya berkunjung kesana loh, kalau naik ya jangan salahkan saya yah. Toh harga tersebut ga sebanding dengan apa yang bakal kita dapat. Bisa dibilang terlalu murah untuk pemandangan yang semenakjubkan itu. Ga percaya? Sok buktikan sendiri saja...

20:11:00 14 komentar

Bagi pencinta kegiatan luar ruangan, pastinya selalu akan rindu untuk mengeksplore setiap jengkal Indonesia untuk menemukan serpihan-serpihan surga meskipun untuk menjangkaunya perlu usaha yang nggak mudah. Begitu pula dengan saya yang kalau berdiam diri nggak kemana-mana saat punya waktu luang itu rasanya sesuatu banget. Saya pun rela menyebrang provinsi dari Sulawesi Barat, tempat saya tinggal (sementara), ke Sulawesi Selatan untuk menemukan sesuatu yang baru yang tentunya bisa menjadi mood booster menjelang hari kerja. Sabtu dan Minggu menjadi hari yang efektif untuk menenangkan otak sejenak dari rutinitas.


Nah, belum lama ini kaki saya baru saja saya pijakkan ke salah satu kabupaten di Sulsel yang potensi wisatanya pantas diacungi jempol dari segi jumlahnya yang sangat banyak. Kabupaten ini menyimpan spot-spot menarik mulai yang sudah tenar maupun yang masih belum ada yang tahu akses menuju kesananya. Apalagi kalau bukan Maros.

Kabupaten Maros telah tersohor akan kecantikan alamnya. Contohnya saja deretan pegunungan karst yang membentang sampai Kab. Pangkep yang punya beberapa destinasi seperti Rammang-rammang yang menjadi wisata andalannya, selain itu ada pula Taman NasionalBantimurung-Bulusaraung dengan kerajaan Kupu-kupunya, Taman PrasejarahLeang-leang dengan lukisan cap tangan manusia purba, dan masih banyak lagi yang bisa dieksplore termasuk goa-goa eksotiknya.

Namun, destinasi yang bakal saya bahas kali ini tidak lagi dalam kawasan pegunungan karst, tapi untuk menuju kesitu perlu melintasi pegunungan karst tersebut. Tenang saja sudah dibuatkan akses jalan beraspal yang cukup nyaman untuk dilalui. Poin plusnya adalah sepanjang perjalanan melintasi karst akan disuguhi pemandangan yang luar biasa keren dan juga udara yang sangat sejuk. Jalan yang melintasi pegunungan karst ini tak lain juga merupakan salah satu akses bagi masyarakat dari Makassar yang hendak menuju ke Kab. Bone.


Destinasi yang bakal saya bahas dalam postingan kali ini adalah Air Terjun Lacolla. Nama yang unik kan? Tapi saya belum tahu dari mana asal penamaanya. Ada yang tahu? Hmmm, wisata alam ini sebenarnya sudah begitu populer di kalangan masyarakat sekitar dan kalangan para pencinta alam terlebih dengan adanya media sosial saat ini yang sedikit banyak turut membantu mempromosikan suatu tempat wisata melalui postingan para traveler. Selain itu acara TV sekarang ini makin banyak pula yang berbau adventure yang makin menggerakkan hasrat berwisata siapapun yang menonton. Tapi jangan pula karena adanya sosial media dan acara TV tersebut malah menjadikan tempat wisata jadi banyak anak alay yang nggak bertanggung jawab. Cuma bisa foto-foto tanpa mengindahkan safety, lebih-lebih kalau sampah yang mereka bawa dari kota malah dibuang di lokasi wisata. Gak ada poin plus plusnya kan kalau gitu. Malah negatif kuadrat. 


AIR TERJUN LACOLLA


Saat mengunjungi air terjun yang sekilas mirip Air Terjun Parangloe di Kab. Gowa ini saya tak perlu susah-susah mencari dimana jalan masuknya. Selain karena kesana dadakan dan nggak sempat mencari info menuju ke lokasi, saya juga punya modal “petunjuk berjalan” yang tak lain adalah salah satu teman traveling yang sudah pernah kesana duluan. Kalau saya kesana tanpa modal searching-searching terlebih dulu, sepertinya agak susah juga. Jalan masuknya dari jalan poros Maros-Bone (via Bantimurung) agak kurang jelas. Tak ada petunjuk wisata Lacolla. Tapi, biasanya yang mencaji “ancer-ancer” adalah papan petunjuk yang bertuliskan “GERBANG MAS” yang berada di kanan jalan jika kita dari arah Kota Maros. Letak papan penunjuk itu berada setelah kawasan hutan pendidikan UNHAS.

Setelah menemukan papan penunjuk tersebut, jangan bayangkan letak air terjunnya sudah dekat. Tapi masih harus masuk lagi melewati jalan terjal berbatu sejauh 10 km. Meski jalanannya bisa mengocok isi perut, tapi pemandangan yang disajikan sepanjang perjalanan akan mencuci mata.

Letak tepatnya Air Terjun Lacolla ini berada di Desa Malaka, Kecamatan Cenrana, Kab. Maros. Sekitar dua jam perjalanan motor dari pusat Kota Makassar. Air terjun  ini katanya dekat dengan bukit yang bernama Bukit Kanari yang lumayan menarik untuk dijadikan destinasi selanjutnya. Hmmm, tapi belum sempet kesana waktu itu. Seharusnya sekalian didatangi sih. Sudah jauh-jauh kesana cuma ke satu tempat wisata saja itu rasanya gak sesuai dengan kata pepatah  “Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”.  Menurut info, jika berada diatas bukit tersebut, pemandangan yang menampilkan Kota Camba, Cenrana, dan Kota Makassar akan tampak luar biasa karena viewnya nggak ada penghalang. Secara puncak bukitnya nggak ada pohon tinggi satupun.

Mendekati spot air terjun, papan petunjuk wisata Lacolla mulai dipasang. Bagi yang mengendarai mobil, sayangnya tempat parkirnya nggak sedekat dengan lokasi parkir motor. Parkir motor bisa lebih dekat dengan lokasi air terjun. Tapi ingat, perlu kehati-hatian untuk menjangkaunya. Jalanan menuju parkir motor agak sedikit ekstrim, terlebih kalau musim hujan. Licin banget dan berlumpur karena masih berbentuk jalan tanah biasa.


Berada di air terjun Lacolla, kita akan dimanjakan dengan pemandangan air terjun yang begitu indah karena air terjun tersebut tersusun hingga 4 tingkat. Tapi area ini sebenarnya memiliki susunan air terjun 7 tingkat, namun 3 tingkat lainnya berpisah lumayan berjauhan. Hanya 4 tingkat saja yang benar-benar bisa terlihat dari bawah terjunan.

Potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Maros bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Tugas kita adalah mempromosikannya agar dikenal khalayak ramai, namun yang paling penting harus diiringi dengan kesadaran untuk menjaga lingkungan. Semoga pemerintah juga turut ambil bagian demi kemajuan wisata tersebut.

15:50:00 6 komentar


Rinjani sungguh paket keindahan yang super komplit. Sudah saya ceritakan secara lengkap di postingan pendakian Gunung Rinjani sebelumnya mengenai apa saja yang dimilikinya. Sudah sekomplit itu tapi masih ada lagi loh ternyata secuil serpihan surga yang masih berada di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani.
Adalah Air Terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep. Dua air terjun ini bisa kita nikmati setelah keluar dari Pintu Pendakian Senaru atau jalur sebelah utara. Itu pula kenapa dari awal sudah saya rencanakan memilih jalur naik Sembalun dan turun lewat Senaru. Tak lain karena di Senaru ada dua air  terjun tersebut.

Saat itu, sekitar hampir pukul 11 siang kami sudah tiba di RTC (Rinjani Treking Center) atau basecampnya  yang berada di Desa Senaru setelah 4 hari mendaki Rinjani. Sembari menunggu mobil jemputan kami pun leyeh-leyeh di bale-bale depan RTC. Tersedia juga kamar mandi, jadi sekalian kami mandi dan ganti baju bersih setelah beberapa hari hanya mandi keringat saja. Tak lama kemudian mobil jemputan datang dan kami langsung saja bilang sama pak sopirnya untuk mampir dulu ke dua air  terjun di kaki Rinjani itu sebelum sorenya diantar ke Pelabuhan Bangsal untuk nyebrang ke Gili Trawangan.

Sayangnya baterai kamera utama sudah ko'it sedari di Danau Segara Anakan. Terpaksa harus puas dengan hasil kamera cadangan saat nanti di air terjun. Nggak bisa slow speed-an deh. Harap maklum yah, hasil fotonya kurang membahana...

Loket

Air Terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep bisa kita nikmati sekaligus dengan satu pintu gerbang saja. Letaknya di Desa Senaru, Kec. Bayan, Kab. Lombok Tengah sekitar 25 km dari pusat kota Mataram. Saat itu tiket masuk seorangnya Rp 5.000,- saja. Cukup murah kan, secara duit segitu bisa dapet dua air terjun keren yang airnya dari Gunung Rinjani.

Saat di loket, kita bakal ditawari apakah mau pakai jasa pemandu atau nggak. Kalau pakai tentunya bakal ada ongkos tambahan untuk jasa pemandunya. Enaknya kalau pemandu tentunya bakal dijelasin seluk beluk dua air terjun ini. Tapi saat itu kami pilih untuk jalan sendiri saja tanpa pemandu. Jadinya kami cuma bisa menikmati keindahannya saja tanpa tahu cerita dibaliknya. Arti namanya saja kami nggak tahu. Hanya saja kami diberi pesan oleh bapak di loket untuk hati-hati saat berada di air terjun, khususnya di Air Terjun Tiu Kelep. Khusus untuk air terjun tersebut kalau mau mandi harus dalam pengawasan pemandu. Beberapa waktu sebelum kami datang, pernah ada kejadian seorang wisatawan yang entah bagaimana ceritanya bisa tenggelam di kolam terjunan Tiu Kelep. Yaaa, berita itu sempat saya dengar persis setelah kejadian karena almarhum adalah pegawai pajak yang penempatan kerjanya di Mataram, seangkatan dengan kami. Sedikit banyak bapak penjaga loket cerita pada kami kalau Air Terjun Tiu Kelep memang berbahaya karena kadang di waktu yang tidak disangka, ada pusaran air di kolam tempat air terjun Tiu Kelep itu. Pesan saya hati-hati aja sih, nggak Cuma di Air Terjun Tiu Kelep. Dimanapun kita datang berkunjung ke suatu tempat jangan nekat menguji nyali kalau nggak pengen kejadian yang nggak diharapkan terjadi. Memang segala sesuatu sudah ditakdirkan yang kuasa, namun sebagai manusia tentunya kita sepantasnya merendahkan hati kita dan jangan menuruti ego.


Air Terjun Sendang Gile


17:07:00 8 komentar


Kenalnya saya dengan Lembah Ramma ini bersamaan dengan perkenalan saya dengan Gunung Bawakaraeng. Bagaimana nggak barengan, secara dua spot tersebut merupakan satu paket keindahan alam istimewa yang ada di Kab. Gowa, Sulsel. Kabupaten tersebut bersebelahan dengan Kota Makassar, sehingga yang dari dalam kota maupun luar kota bahkan luar provinsi bisa dengan mudah menapaki dua spot tersebut. Karena lokasinya yang strategis itu pula, tempat tersebut menjadi destinasi yang difavoritkan.

Oiya ngomong-ngomong sepaket, jangan dibayangin kayak Rinjani sepaket dengan Danau Segara Anak, Semeru dengan Ranu Kumbolo, beda dengan Bawakaraeng dengan Lembah Rama. Beda banget setelah tahu kemarin secara langsung. Tapi awalnya memang saya kira itu sepaket bener-bener sepaket kaya Rinjani dan Semeru. Di tulisan ini pula bakal saya ceritakan bagaimana jelasnya bisa beda begitu. “ Tetap mi di tempat dudukta’...!!! “

Begini singkatnya...

Kalau kita mendaki Gunung Rinjani tentunya kita bakal singgah di Danau Segara Anak, karena itu merupakan salah satu spot yang istimewa yang dimiliki Rinjani. Biasanya kalau sudah dari Puncak Anjani, pendaki Rinjani biasanya turun sekaligus mampir di danau vulkanik tersebut karena masih dekat dengan jalur utama pendakian. Tapi belum tahu juga sih persisnya kayak apa yang di Rinjani itu, sebatas info-info dari pendaki lain. Soalnya saya baru awal Mei 2015 ini berencana mendaki Rinjani sekaligus membuktikan statemen saya tadi. Mau gabung? Jadwal pendakian bisa dilihat disini nih.



Setali tiga uang dengan Rinjani, Semeru pun demikian. Kalau kita mau mendaki sampai Puncak Mahameru, pastinya bakal melewati Ranu kumbolo, entah pas naik atau turunnya. Asal nggak motong jalan loh, tetap di jalur yang benernya. Kalau yang Semeru kebenarannya terpercaya. Soalnya sudah dua kali lho saya kesana. Hehe.... (yang baca pada mbatin : “Aku aja udah 5 kali ke Semeru gak pamer, Ardiyanta baru dua kali aja pamer). Hahahahahah....

Oke, balik ke Gunung Bawakaraeng dengan Lembah Ramma-nya. Paket ini jangan dibayangkan seperti dua contoh gunung sebelumnya. Kalau yang ini, dengan terpaksa kita harus memilih mau ke Puncak Bawakaraeng atau ke Lembah Ramma. Karena apa? Jalurnya pendakiannya terpisah pake banget.
23:31:00 15 komentar
Older Posts Home

Follow Us

recent posts

Blog archive

  • March (1)
  • March (1)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • October (1)
  • June (1)
  • May (1)
  • April (1)
  • March (2)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • July (2)
  • June (5)
  • March (1)
  • January (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • August (1)
  • July (1)
  • June (2)
  • May (2)
  • April (1)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • August (1)
  • June (2)
  • May (4)
  • April (6)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (2)
  • November (4)
  • October (2)
  • September (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (3)
  • April (6)
  • March (12)
  • February (4)
  • January (11)
  • November (3)
  • March (2)
  • February (1)
  • February (1)