YouTube instagram facebook twitter tumblr linkedin
  • Home
  • Features
    • Budaya
    • Pendakian
    • Wisata
    • Alam
  • Documentation
  • My Profile

www.ardiyanta.com


Tak diragukan lagi lah, semua traveler pasti menempatkan Raja Ampat pada list destinasi impiannya. Ada yang udah kesampaian untuk pergi kesana, ada pula yang masih belum tercoret dari dream destination listnya. Tenang saja, masalah waktu dan kemauan doang sih. Kalau saya alhamdulillah beberapa waktu  lalu punya kesempatan untuk menikmati indahnya serpihan surga di timur Indonesia itu.

Raja Ampat Papua
-TRUE-

Raja Ampat masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Papua Barat dengan Kota Manokwari sebagai ibukota provinsinya. Meski demikian, akses terdekat sebelum menjelajahi Raja Ampat bagi wisatawan yang berasal dari luar daerah dan menggunakan moda transportasi pesawat yaitu via Bandara Domine Eduard Osok (DEO) di Kota Sorong (SOQ). Untuk wisatawan mancanegara ada beberapa pilihan sebelum menuju bandara di Kota Sorong yaitu melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta di Jakarta (CGK) atau akses yang paling dekatnya melalui Bandara Internasional Sultan Hasanuddin di Kota Makassar (UPG), Sulawesi Selatan.

Kepulauan Raja Ampat dijuluki sebagi kawasan "Amazon Lautan Dunia" sebab letaknya yang berada dipusat segitiga karang dunia. Pulau-pulaunya tersebar dengan jumlahnya mencapai 610 pulau, namun hanya ada 35 pulau yang berpenghuni dengan empat pulau utama yaitu Batanta, Misool, Salawati, dan Waigeo. Sebutan Raja Ampat sendiri berasal dari mitos penduduk sekitar yang berarti “Empat Raja”.

Saya akui memang butuh perencanaan yang matang sebelum akhirnya impian mengunjungi Raja Ampat bisa terealisasi. Menurut saya yang pertama dilakukan selain nabung adalah ngumpulin temen. Penting banget datang kesana rombongan rame-rame karena ntar bakalan sharing cost sewa kapal yang bahan bakarnya harganya selangit bingit. Selain itu hopping islandnya juga terhitung jauh-jauh pol, bahkan untuk nyebrang antar destinasi bisa menghabiskan waktu berjam-jam terombang-ambing di atas kapal. Oiya, lama gak nya tergantung kapalnya juga sih. Kapal kami itungannya kapal cepat, tapi antara kapal-kapal yang sliweran disana kapal kami masih kalah cepat hihihi. Ada harga ada rupa kalau kata orang. Dari rincian harga dalam satu paketan wisata ke Raja Ampat emang yang paling mahal di transportnya sih.

A photo posted by Ahmad Andrias Ardiyanta (@ardiyanta) on Jul 28, 2016 at 5:28pm PDT

Banyak travel agen yang menawarkan trip ke Raja Ampat dengan berbagai macam harga. Tergantung lama waktu trip, banyak destinasi yang dikunjungi, fasilitas apa yang ditawarkan, dan faktor lainnya seperti banyak keuntungan yang diambil si penyedia jasa de el el lah. Tinggal pilih aja sesuai kriteria yang teman-teman inginkan. Di sosmed-sosmed juga banyak iklan-iklan yang menawarkan paketan trip ke Raja Ampat. Hmmm, yang penting pilih yang udah terpercaya dan nggak jual php doang.

Bocoran aja nih, tapi jangan bilang siapa-siapa loh...!!! Kami dapat paketan untuk 10 orang dengan cost Rp 2.500.000,- per orangnya exclude tiket pesawat dan tiket kapal dari sorong ke pelabuhan Waisai tapi. Semua itu untuk 4 hari 3 malam di Raja Ampat. Jadi paketan itu dihitung dari pelabuhan Waisai sampai kembali lagi ke pelabuhan di ibukota Kabupaten Raja Ampat itu. Bisa dibilang setengah harga dari paketan yang lain kan. Tapi kalau ditanya pakai travel agen mana, saya nggak bisa jawab karena dia belum bernama kayak travel agen kebanyakan. Mungkin kalau disearch di mesin pencari agak susah juga. Temen sih yang urus jadi saya cukup terima beres aja. 
Thanks yah teman-teman...

Hari 1

  • Saya berangkat dari Makassar pagi buta selain karena itu adalah penerbangan yang paling agak mendingan harganya, juga biar sampai di Sorong nggak kesiangan sehingga hari itu juga bisa sampai di penginapan yang lokasinya di Pulau Arborek, Raja Ampat.  
  • Setelah anggota berkumpul semua karena memang kami datang dari berbagai kota, lalu kami makan siang di pusat Kota Sorong. Jauh-jauh ke Papua, makannya di warung Jawa juga.
  • Selepas makan siang dan sholat dhuhur kami langsung menuju Pelabuhan Rakyat Sorong untuk ikut kapal yang berangkat jam 2 siang. Pelabuhannya nggak jauh kok dari pusat kota. Nah, jangan sampai ketinggalan kapal yah, biasanya ada dua kali keberangkatan pagi jam 9 dan siang jam 2 WIT. Kapal yang biasa digunakan adalah Kapal Bahari Express dengan waktu tempuh Sorong-Waisai kurang lebih 2 jam.  Tiket bisa dibeli on the spot kalau memang masih kebagian. Untuk antisipasi beli beberapa waktu sebelumnya, jangan mepet-mepet karena pasti membludak tuh kapal ngangkutin orang. 
  • Harga tiket kapal Sorong-Waisai per Mei 2016 sebesar Rp 125.000,- . Memang saat ini baru terakomodir transportasi laut saja, tapi kedepannya  pemerintah setempat akan mengembangkan bandar udara di Waisai bernama Bandar Udara Marinda untuk lebih mempermudah akses wisatawan maupun penduduk.
19:47:00 27 komentar


Sulawesi Barat punya keunikan tersendiri. Keindahan garis pantainya bisa membuat siapa yg melintasinya terpana. Coba lihat di peta Sulawesi deh...!!! Perhatikan jalan utama (poros) dari Makassar, Ibukota Sulsel menuju Mamuju, Ibukota Sulbar. Kebanyakan melipir pantai kan. Nah, memang benar adanya begitu. Saat kita melintasi jalan poros trans Sulawesi terutama saat masuk wilayah Sulawesi Barat, kita akan dimanjakan dengan pantai keren yang beraneka rupa. Beraneka dari segi warna pasir maupun ornamen-ornamen yang lain. Apalagi kalau sudah berada di perbatasan Kab. Polewali Mandar dan Majene. Hmmm, pantainya jos-jos pokoknya. Bisa dinikmati tanpa turun mobil malah, soalnya dari jalan saja sudah terlihat keren. Saya sih, kalau belum nyebur langsung rasanya kurang greget. Kalau kamu?

Kali ini bakal dibahas satu pantai dulu lah ya. Kalau dibahas langsung semuanya bisa jadi novel saking banyaknya pantai yang ada. Okey, kali ini mari kita kenalan dengan pantai pasir putih yang jadi andalan Kab. Polewali Mandar, namanya Pantai Palippis.

Lokasi Pantai Palippis

Pantai ini termasuk yang berada tepat di sisi jalan poros. Berada di Desa Bala, Kec. Balanipa, Kab. Polman. Dari pusat kota Polewali masih harus memacu kendaraan sejauh 20 km ke arah Kota Majene. Bagi yang pernah lewat situ tentunya tahu Masjid megah yang ada di Lapeo, Campalagian kan? Lokasi pantainya masih terus-terus sekitar 3 km-an dari Masjid dengan cat warna emas itu.

Sebaliknya dari Kota Majene masih sekitar 20an km lagi ke arah Kota Polewali melewati jembatan Tinambung dan juga lokasi sentra pembuatan perahu “Sandeq” khas Sulawesi Barat di Pambusuang.

Ada dua alternatif jalan menuju bibir pantai. Pertama, jika ingin memarkirkan kendaraan dekat pantai bisa masuk melewati lorong di samping SD 05 Balanipa. Ikuti saja jalan tersebut ke arah pantai pasir putih (belok kiri saat di pertigaan). Kedua, jika ingin memarkirkan kendaraan di tepi jalan poros bisa memarkirkannya di tanah lapang di depan pos jaga polisi. Kemudian turun melewati tangga yang dibangun di antara tebing-tebing.

Dan, selamat menimati keindahan Pantai Palippis dengan pasir putih dan air yang jernihnya. Hmmm, terus apa saja yaaa yang bisa dilakukan di Pantai Palippis. Banyak hal tentunya yang bisa kita lakukan disana, tapi jangan sampai lupa waktu saja. Ntar keasikan main jadi ga inget kalau udah berjam-jam kita berjemur disana. 

Di Pantai Palippis selain main pasir sambil basah-basahan. Kita bisa naik perahu ala-ala nelayan Suku Mandar. Ada beberapa perahu bercadik yang disewakan penduduk sekitar. Tawar saja kalau mau sewa. Di tengah laut lihat deh terumbu karangnya bisa terlihat jelas. Memang sih daerah tepian pantai, terumbu karangnya sudah hancur akibat tragedi beberapa tahun silam. Tapi jangan khawatir, jika kita mau ke tengah sedikit niscaya kita bakal melihat keindahan terumbu karang milih Pantai Palippis yang sebenarnya.

teduh banget karena banyak pohon kelapa....

Menikmati cahaya sore disini juga oke punya. Sulbar punya sunset yang juara juga loh. Ada juga beberapa gazebo yang sudah dibangun di tepian pantai, bisa dipakai juga untuk leyeh-leyeh sambil dihempas semilir angin pantai yang bikin ngantuk. Pilih saja apa yang mau kalian lakukan disana. Tapi syaratnya tetap jaga lingkungan yak, biar pantainya tetap keren. Terutama yang buang sampah jangan sampai sembarangan. Kalau memang belum ada tempat sampah yang disediakan ya dibungkus kresek dulu lah, dibuang ntar-ntar kalau ketemu tempat sampah.

FYI nih, judul postingan ini saya sebutkan kalau Pantai Palippis itu adalah “Pantai Keren di Sulbar yang Mulai Tenar Kembali”. Yaaa, ada kata “kembali” karena memang dulunya pernah tenar di tahun 90an. Makin kesini makin jarang yang datang. Entah karena kesadaran wisatanya yang rendah atau memang orang-orang sudah bosen sama yang namanya pantai atau ada sebab tertentu. Semua sebab mungkin ada, tapi pernah saya dengar dari security di kantor saya kalau kebanyakan tempat wisata di Sulbar bermanuver manjadi sepi setelah ada orang meninggal di lokasi wisata tersebut. Tak hanya Pantai Palippis, nasib Pantai Dato di Majene pun demikian. Padahal keindahannya menurut saya pantas dijadikan sebagai pariwisata andalan. Hmmm, menurut saya itu pemikiran yang dangkal sih. Kan banyak sebab orang meninggal kan, bukan terus kalau ada orang meninggal di lokasi wisata terus menjadikan tempat wisata tersebut yang menjadi penyebab atau malah beranggapan menjadi angker. Gak gitu juga kan? Tapi apa pun itu, Pantai Palippis sekarang mulai berbenah dan mulai dikelola lagi. Paling kentara adalah dengan adanya retribusi masuk. Terakhir cuma dipungut Rp 5.000,- saja kok untuk satu motor. Itu salah satu tanda kalau pantai tersebut mulai dikelola lagi. Selain itu akses jalan menuju pantai juga sudah diperhalus dan tangga permanen yang menuruni tebing sudah bagus pula. Pokoknya Pantai Palippis siap tenar lagi deh.

jalanan menuju pantai
  
kalau beruntung bisa ketemu alang-alang instagram hehe





Model   : +Comax Madethen 
Kamera : Fujifilm X-T10
16:02:00 13 komentar




Ngomongin Lombok tak dipungkiri nggak akan bisa lepas dari pantai-pantainya yang menawan. Meski saat itu tujuan utama saya menyambangi pulau di sebelah timur Pulau Bali itu untuk mendaki Rinjani, tapi rasanya sayang kalau jatah 9 hari yang saya punya cuman dipake buat menikmati Rinjani saja. Di hari-hari terakhir di Lombok rencananya kami pakai satu hari full untuk mencicipi pantai-pantainya. Sebenarnya nggak bosen juga sih dibilangnya, tapi soal pantai saya sendiri setiap hari sudah kenyang menikmati pantai di Sulawesi yang bisa dinikmatin kapan pun karena jaraknya yang sangat dekat sama kantor maupun kosan, keren-keren juga lagi. Mungkin biar afdhol aja sih kalau ke Lombok pantainya pun juga harus dicicipi. 

Kebetulan ada teman yang kenal dari instagram, orang asli Lombok jadi sekalian aja minta dianterin eksplore pantai-pantainya. Katanya sih bisa dapet banyak pantai hanya sekali jalan saja. Hmmm, semacam pantai di Gunung Kidul, DIY kali yaaa. Lombok pun pantai di sisi selatannya terdapat deretan pantai–pantai yang keren. Termasuk Pantai Kuta juga sempat kami lewati, tapi nggak mampir sih. Karena punya waktu sehari aja jadi kami pilih pantai-pantai yang anti-mainstream kalo kata anak sekarang.

Saat itu kami yang menginap di sekitaran pusat Kota Mataram. Untuk ke kawasan wisata pantai-pantainya kami harus menuju arah bandara dulu baru ke arah pantai selatannya. Jadi kalau menurut perhitungan sih lebih dekat dari bandara kalau mau ke kawasan pantai selatannya dari pada kalau dari pusat Kota Mataram. Selain lewat depan bandara, seingat saya waktu itu juga melewati Desa Wisata Sade yang juga jadi destinasi yang wajib dikunjungi kalau ke Lombok. Tapi sepertinya besoknya saja mampir ke Desa Sade. Pokonya seharian itu dipake buat ekplor pantai.

Dari penginapan kami berangkat sudah terlampau siang, hingga saat tiba di pantai yang pertama jam sudah menunjukkan pukul 12 kurang dikit. Jangan ditanya lagi ya panasnya kayak gimana. Hmmm, panasnya pake banget. Tapi karena kulit udah terlanjur gosong sejak turun dari Rinjani, yaudah sih ga perlu takut gosong lagi. Biar saja balik-balik pada pangling, biar ketauan kalau abis liburan heheh.

Sebelum benar-benar sampai di kawasan pantai, kami melewati daerah perbukitan hingga pas berada di atas bukit saya teringat pemandangan Kota Majene. Dari atas bukit tampak mirip-mirip lah, tapi yang di Lombok ini bedanya penuh dengan ombak secara ngadep Samudera Hindia gitu loh.

Soal akses menuju masing-masing pantai ga perlu bingung.Santai saja, di sepanjang jalan sudah terpasang papan petunjuk bertuliskan nama masing- masing pantainya. Setiap kurang dari 500 m kita akam menjumpai papan-papan penunjuk tersebut. Berikut adalah beberapa pantai anti-mainstream dan juga lagi ngehits di instagram yang sempat kami datangi.

1.      Pantai Semeti
Pantai ini sangat unik. Bagian yang paling menarik adalah di sisi kirinya ada bebatuan karang yang tinggi menjulang dengan bentuk yang sedemikian rupa sehingga kalau kita berfoto disitu serasa lagi dimana gituh. Bagian pasirnya sih nggak beda jauh sama pantai-pantai di Lombok kebanyakan, putih juga tapi spot yang unik dan identik milik Pantai Semeti adalah tebing karangnya.

plis, jangan tiru Abby Rifat itu naik ke tebing tanpa pengaman

boleh juga kan batu-batuan ini

kalau ini pemandangan pantainya

23:50:00 8 komentar


Kata orang sih belum ke Lombok kalau nggak ke Gili Trawangan. Kata orang-orang loh ya. Kalau kataku sih belum ke Lombok kalau nggak sekalian mendaki Rinjani. Hmmm, waktu itu sih punya waktu 9 hari di Lombok dengan jadwal yang sedemikian rupa terencana. Seperti yang saya bilang tadi bahwa tujuan awal memang Rinjani lah yang menjadi prioritas, selebihnya kemana aja boleh. Mendaki Rinjani dengan sejuta keindahannya, lalu menyambangi dua air terjun super  keren di kakinya sebenarnya sudah cukup memuaskan. Terhitung baru 5 hari yang kami pakai dari 9 hari itu. Masih lama juga waktu untuk mengeksplor Lombok.

Angkutan yang kami carter memang sudah kami pesan untuk menjemput dari bandara dan mengantar kami ke Basecamp Pendakian di Dusun Sembalun, lalu menjemput di Basecamp Pendakian di Desa Senaru untuk diantar ke Pelabuhan Bangsal. Selanjutnya kami akan menyebrang ke Gili Trawangan. Jujur sebenarnya saya tidak terlalu antusias dengan Trawangan. Membayangkan saja sepertinya tempat itu bukan “gue banget”. Banyak hal yang sudah saya tahu tentang Trawangan, dari TV dan internet yang pasti. Baru kali itu saya melihat aslinya. Yah, sekedar menggugurkan ke-afdol-an yang katanya belum ke Lombok kalau nggak ke Gili Trawangan. Boleh lah...

Tertidur di angkutan yang kami carter selama lebih dari satu jam akhirnya kami terbangun dan ternyata sudah sampai di Pelabuhan Bangsal. Pelabuhan itu merupakan salah satu tempat penyebrangan menuju 3 gili, yaitu: Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Dua gili yang lain sebenarnya lebih sepi dari Trawangan, tapi ke Trawangan aja dulu deh.

Tak hanya kami yang turun Rinjani lalu ke Trawangan. Ada banyak puluhan pendaki juga yang demikian. Terlihat dari tas carrier yang masih bau Rinjani berkeliaran di pelabuhan itu.

Menurut info, kapal yang menyebrang ke Trawangan nggak sampai malam, bahkan hanya sampai sore saja. Jadi sebagai antisipasi, jangan terlalu sore sampai di Pelabuhan Bangsal. Maksimal jam 4 sore lah biar aman. Setelah itu tinggal beli tiket kapalnya saja di loket. Disitu juga bisa milih untuk menyebrang ke Trawangan, Meno, atau Air. Tiketnya pun saat itu nggak sampai Rp 15.000,00 untuk sekali jalan.

Melalui speaker super kencang, pengumuman keberangkatan diumumkan. Kami lalu naik ke kapal dan tak lupa buru-buru agar dapat tempat paling depan agar nanti bisa maju ke haluan kapal untuk menikmati perjalanan ditemani matahari yang hendak tenggelam dengan leluasa.


menuju Gili Trawangan

Kurang lebih dua puluh menit kami terombang-ambing di tengah selat tiga gili itu. Lalu sampai lah kami di daratan dengan hamparan pasir putih namun seketika seperti merasakan lagi ada di mana gitu. Sementara dalam hati saya membatin masak hanya dalam 20 menit saya sudah sampai ke luar negri. Hmmm, yah begitu lah Trawangan. Tempat lokal dengan rasa internasional. Serasa menjadi TKI di negara sendiri. Pulau ini dipenuhin bule-bule coy, lebih banyak bulenya dari pada orang Indobnesia.

Begitu ada yang turun kapal, calo-calo penginapan langsung menyerbu dan nawarin penginapan-penginapan dengan harga yang bervariatif. Tanyakan saja harga dan fasilitasnya dulu, kalau cocok bisa diambil. Kecuali kalau udah tahu mau nginep dimana, jadi bilang saja sudah booking penginapan sama mereka. Hmmm, menurut pengalaman sih penginapan yang terjangkau itu lokasinya ada di tengah pulau. Jangan harap dapat harga murah di penginapan yang letaknya di pinggir jalan utama Trawangan. Berkelas semua kalau yang di dekat jalan utama. Kami sih serombongan nginep di penginapan Rp 150 ribuan aja. Itu pun sekamar diisi 3 orang. Untung aja abangnya ngasih setelah memohon-mohon dengan muka memelas. Dan kami berencana menghabiskan dua malam di Trawangan. Yeah...

warning

bisa sewa sepeda sama beli jamur

Bukan apa-apa sih, itu karena kami pengen merasakan sunset di Trawangan yang katanya termasuk spot yang direkomendasikan untuk menikmati matahari tenggelam, soalnya di hari pertama kan pas masih ribet-ribetnya ngurus barang-barang yang berantakan setelah turun dari Rinjani, jadi nggak sempet ngejar sunset romantis disana deh di hari pertamanya. Okey...

sunset istimewa di sunset Point

bisa main ayunan ala ala anak TK
sambil basah-basahan ala ala anak SD

romansa-romansaan sambil nunggu sunset

bule-bule lagi leyeh-leyeh nunggu matahari tenggelam

menjelang sang surya tenggelam

Satu lagi yang unik lagi di trawangan yaitu perda setempat yang melarang adanya kendaraan bermotor di dalam pulau tersebut, jadi alternatifnya ya pake sepeda atau naik cidomo, sejenis dokar/delman gitu. Bisa kita kelilingin pulau dengan sepeda, paling 20 menit bisa kembali ke tempat asal. Cuman ntar bakal ada bagian yang harus dorong sepeda karena ngelewatin pasir pantai dan juga ada bagian yang harus mlipir-mlipir di halaman hotelnya orang. 

view Rinjani dari Trawangan

keliling pulau ntar bisa ketemu tempat penangkaran penyu

sunrise bersama Rinjani

Kalau isinya bule-bule gitu,rasanya disana itu everyday is party. Tiap malam ada party dimana-mana. Makin malam makin rame, makin malam makin menjadi. Kontras dengan suasana saat pagi harinya. Kayak kampung-kampung biasa gitu, sepi dan sunyi. Disana tetap ada penduduk lokalnya, malah ada pondok pesantren dan sekolah. Tapi sepertinya nggak semua jenjang pendidikan didirikan sekolahan disana.

Kesimpulannya, Trawangan emang keren sih dengan segala apa yang ada di dalamnya, yang kata temenku orang Lombok asli, “Trawangan sebentar lagi kayaknya bakal tenggelam”. Haha emang sih makin kesini tempat hura-hura nya makin diperbanyak. Dibangun, dibngun, dan dibangun lagi tempat baru. Dari segi konsepnya saya akui lumayan keren. Kerennya gini, tempat hura-hura, hedon-hedon, party-party, dsb nya di pusatkan di satu titik dan bagusnya lagi di satu pulau. Ibukota provinsinya saja saya lihat nggak ramai-ramai banget, moll aja cuma satu. Bisa dibanyangkankan kan kalau hiburan yang ada di Trawangan tersebar di seluruh Pulau Lombok. Wah, mungkin yang seneng alam udah ogah-ogahan ke Lombok tuh. Dah cukup deh Trawangan yang dijadikan pusat hedonnya NTB. 




22:00:00 7 komentar


Tak pernah direncanakan sebelumnya saya bersama seorang teman bisa akhirnya sampai di Pulau Kodingareng Keke. Ini adalah Plan B kami untuk mengobati kekecewaan batalnya rencana utama kami untuk berlayar ke Pulau Kapoposan. Ceritanya hampir sama dengan bagaimana saya bisa sampai ke Pulau Lanjukang, yaitu karena saya join di salah satu ajakan trip di salah satu grup di FB, beda orang sih yang ngajakin.

Seperti awal perjalanan ke Pulau Lanjukang dulu, trip ke Pulau Kapoposan ini sempat pula diadakan pembicaraan lewat FB, lalu diteruskan dengan meet up di tempat minum kopi, hingga akhirnya diputuskan hari apa dan dengan rincian seperti apa. Sungguh terasa bahwa perencanaannya begitu sangat matang. Hingga tiba hari H kami menunggu rombongan yang lain di depan Pelabuhan Potere, Kota Makassar. Janjiannya sih jam 8 berangkat. Saat itu kami sudah ditempat itu sejak jam 7.30  pagi. Singkat cerita meski sebenarnya sangat terasa lama dijalani, ternyata yang ditunggu nggak nongol-nongol sampe skitar jam 10-an. Kami berdua mengira kami sudah ditinggal rombongan menyeberang pulau. Karena mau dihubungi juga nggak bisa makanya kami simpulkan demikian.

Pulau Kapoposan memang letaknya cukup jauh dari pelabuhan penyebrangan, yaitu sekitar 3 jam naik jolorro atau kapal motor tempel. Disini kami merasa sangat sedih sekali, semacam dikucilkan dari pergaulan hehehe. Sempat kami berpikir memutar otak lama banget, mau kemana rencana selanjutnya ini. Apalagi saya yang jauh-jauh dari Majene ke Makassar hanya untuk trip itu, kalau batal kan sangat mubadzir sia-sia.

Kami putuskan untuk masuk ke area pelabuhan mencari rombongan lain yang mau nyebrang ke pulau. Ke pulau mana pun lah, yang penting saya pulang tidak dengan tangan hampa. Secara di seberang Makassar itu tersebar pulau-pulau cantik yang masuk dalam gugusan Kepulauan Sermonde, jadi kalau ada rombongan yang bisa ditebengi untuk nyebrang ke pulau kami ngikut saja deh.


Pelabuhan Paotere, Kota Makaasar
Pelabuhan bersejarah peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo

Kami masuk ke pelabuhan dan muter-muter dari ujung sampe ujung. Harapan hampir pupus sebenarnya, karena memang hari sudah terlampau siang untuk orang-orang menyebrang pulau. Tapi untungnya kami dipertemukan dengan satu rombongan anak muda yang sepertinya sedang menunggu anggota yang lain. Yaaa, merekalah yang akhirnya menjadi sahabat baru kami sampai detik ini dan trip bersama terus berlanjut di trip kedua kami naik Gunung Bawakaraeng akhir April 2015 ini. Sepertinya masih ada trip-trip seru selanjutnya bareng mereka. Tunggu saja tanggal mainnya.

Oiya, mereka adalah alumni dari satu universitas di Kota Makassar jurusan Keperawatan. Mereka mengadakan reuni kecil-kecilan ke pulau, tapi berbeda dengan pulau yang menjadi tujuan awal tadi. Pulau yang akan mereka jadikan tempat menghabiskan malam minggu adalah Pulau Kodingareng Keke.

Setelah ngobrol-ngobrol dengan mereka, kami akhirnya diperbolehkan join dengan mereka. Ikut berlayar ke pulau sekaligus ikut acara bakar-bakar ikan. Hmmm, tapi sebenarnya ada rasa nggak enak juga sih ganggu acaranya mereka. Namun akan lebih menyesal lagi kalau pulang ke Majene tanpa membawa apa-apa. Sudahlah rasa nggak enak itu kami buang, toh mereka juga sangat welcome dengan kami. Dan akhirnya pun kami menuju Pulau Kapoposan eh salah Pulau Kodingareng Keke untuk menikmati malam minggu dengan suara debur ombak dengan beratap langit bertabur bintang.


Pulau Kodingareng Keke

pulaunya imut kan...???

Pulau ini tak sejauh Lanjukang atau pun Kapoposan yang harus ditempuh berjam-jam. Hanya berjarak sekitar 14 km saja dengan waktu tempuh kurang dari 1 jam dengan jolorro. Saat itu kami berangkat dari Pelabuhan Paotere, namun opsi lain bisa lewat Pelabuhan Popsa yang ada di seberang Benteng Rotterdam atau satu lagi via Pelabuhan Kayu Bangkoa di Jalan Penghibur dekat Pantai Losari. Biaya sewa berkisar 300-550 ribu rupiah tergantung bagaimana pintarnya negosiasi dengan bapaknya. Kalau kapal yang kami pakai saat itu katanya milik om salah satu sahabat baru kami, jadinya dapat harga yang murah meriah. Memang enak perginya rame-rame karena bisa patungan ongkos kapal yang bisa diisi 10-15 orang itu.

23:12:00 8 komentar


Beruntungnya saya yang punya FB dan selalu bisa menemukan hal-hal yang kadang tidak ditemukan orang lain disana. Satu hari, seperti biasanya saya yang selalu tidak bosan memandangi tulisan-tulisan di dinding facebook yang isinya macem-macem mulai dari curhatan, makian, iklan, foto-foto selfie dengan bibir yang dimonyong-monyongin, sampai ajakan-ajakan piknik di grup-grup yang makin kesini makin rame saja dengan orang-orang yang pengen piknik, termasuk saya. Kalau dimanfaatkan untuk hal positif, media sosial sangat banyak manfaatnya. Nah, itu pula yang membuat saya makin berterimakasih sama yang namanya FB karena dia bisa jadi sarana bertukar info hingga akhirnya saya bisa menemukan ajakan trip yang sangat menggugah selera.

Yap, dari sekian open trip yang nongol di wall FB saya, mata saya tertujukan pada ajakan seorang member dari grup “Makassar Backpacker” yang ngajak trip ke Pulau Lanjukang plus bonus 2 pulau lain yaitu Pulau Langkai dan Badi. Dari foto yang dishare mengikuti postingannya membuat saya makin ngiler saja. Pake kuota lagi tripnya. Sudah, tanpa pikir panjang saya pun langsung meregistrasikan nama saya dalam list peserta trip. Satu hal lagi yang bikin makin semangat adalah ongkos alias iuran per orangnya Rp 100.000,- doang uda dapet tiga pulau keren.

Menuju 3 Pulau Eksotis

Pada hari H, kami berkumpul di depan Pelabuhan Paotere Makassar. Pelabuhan ini adalah pelabuhan tua peninggalan Kerajaan Gowa Tallo yang sudah ada sejak abad ke-14. Pada masa Raja Tallo ke-2, sebanyak 200 armada Phinisi diberangkatkan dari pelabuhan ini untuk menyerang Malaka. Sampai saat ini kita bisa melikat kapal-kapal phinisi yang bersandar di Pelabuhan Paotere. 
Namun, kami nggak naik kapal Phinisi juga kali ke Pulau Lanjukangnya, kami cukup naik perahu bermesin motor tempel (jolloro) dengan dua deck sudah cukup. Satu kapal itu diisi 42 orang belum termasuk nahkoda dan rekannya. Dengan segitu banyak orang kami nggak bersempit-sempitan kok, pokoknya pas.

Kalau Papua punya kepulauan Raja Ampat, Jakarta punya Kepulauan Seribu, Sumatra punya Kepulauan Anambas, Kalimantan punya Kepulauan Derawan, maka Sulawesi Selatan punya Kepulauan Spermonde yang kurang lebih mencakup 120 pulau dari Takalar sampe Pangkep termasuk tiga pulau tersebut. Ketiga pulau yang bakal kami datangi berada di wilayah yang sama yaitu Kelurahan Barrangcaddi, Kec. Ujung Tanah, Kota Makassar, kecuali Pulau Badi yang masuk dalam wilayah administrasi Kab. Pangkep.


sumber: SAC Makassar

Urutan pulau yang kami datangi adalah Pulau Langkai, Pulau Lanjukang, lalu Pulau Badi. Pulau Lanjukang jadi pulau yang diprioritaskan, karenanya kami bakal menghabiskan malam minggu dengan camping di pulau tersebut. Meski yang terdekat dengan Makassar adalah Pulau Badi tapi pulau ini yang kami datangi terakhir.

22:39:00 19 komentar

Bukan hanya saya saja ternyata yang perlu menyegarkan pikiran setelah semingguan memandang layar  komputer dan mencium aroma berkas-berkas yang menumpuk, beberapa rekan sekantor pun senada dengan saya. Kali ini bakal menjadi trip pertama bareng teman-teman sekantor. Kami merencanakan trip ke Pulau Karampuang setelah mendengar dari kawan yang penempatan di Kota Mamuju sana kalau ada satu pulau di seberang kota yang punya keindahan bawah laut yang tak kalah dengan taman laut yang sudah tersohor. Biasa lah teman-teman memang pada suka menebar racun di dinding facebook berupa foto-foto keindahan di sekitar kota penempatannya. Nggak hanya yang di Mamuju, teman-teman yang di kota-kota lain di seluruh penjuru Indonesia pun sama. Penempatan pertama memang seru dan yang tak kalah seru adalah penempatan yang bagitu jauh dari rumah, termasuk saya.

dermaga Pulau Karampuang

Di kota penempatan sendiri sih sudah beberapa yang dieksplor keindahannya. Kali ini kami mau yang agak ke luar kota gitu. Jadilah Mamuju dengan Pulau Karampuangnya yang dipilih, apalagi banyak teman juga yang penempatan disana jadi ga perlu repot masalah inap-menginap.

Berangkat dari Majene pada pukul 9 malam menuju Ibukota Provinsi Sulbar tersebut,  kami menggunakan mobil sewa dengan tarif Rp 300.000,- per hari. Selama tiga jam kami akan mengarungi jalan poros Sulawesi Barat yang mayoritas berada di dekat garis pantai. Oiya, jalan poros menuju Mamuju bagi orang sekitar sini termasuk ekstrim karena jurang menjadi teman akrab selama perjalanan. Tak hanya itu, kontur unik daratannya yang berbukit-bukit meski memang dekat dengan laut menjadikan jalanannya berkelok-kelok tajam yang tak jarang membuat beberapa orang bakal mengeluarkan isi perutnya, tidak terkecuali beberapa dari kami pun ada yang muntah juga.
02:06:00 2 komentar

replika sandeq disamping Kantor Bupati Majene

Sandeq merupakan perahu tradisional Mandar yang juga menjadi perahu khas Majene dan sebagian besar wilayah Sulbar yang lain seperti Polewali Mandar dan Mamuju. Tak heran jika banyak monumen-monumen di tengah kota yang menggunakan bentuk miniatur sandeq. Kalau sekilas melihat perahu ini memang terlihat tidak asing, karena bentuknya mirip perahu bercadik dengan dua bambu di samping kiri dan kanan yang berfungsi sebagai penyeimbang. Tapi tentu sandeq bukan perahu bercadik biasa. Bentuk sandeq sesuai namanya sendiri yang berasal dari Bahasa Mandar yang berarti runcing. Bagian depan (haluan) dan bagian belakang (buritan) perahu ini berbentuk runcing dengan badan yang ramping. Sehingga memungkinkan bisa membelah ombak dengan mudah dan meluncur di lautan dengan cepat. Jangan meremehkan bentuknya yang mungil dan terlihat rapuh karena dibalik fisik perahu tersebut yang imut tersimpan ketangguhan yang luar biasa.

Kemampuan sandeq mengarungi lautan tentunya tak perlu dihiraukan lagi. Secara perahu ini sudah tercipta sejak masa silam (sekitar tahun 30an) dan telah banyak mengajarkan para pelaut Mandar untuk menjadi pelaut ulung. Pelaut yang bisa memprediksi kapan waktu yang tepat untuk melaut dan kapan waktunya untuk hanya memarkirkan sandeqnya di pantai atau di kolong rumahpanggung mereka. Waktu yang tepat bisa mendatangkan hasil tangkapan ikan yang lumayan melimpah. Sedangkan jika cuaca buruk, demi keselamatan biasanya para nelayan membiarkan sandeq-nya beristirahat dulu.

Dulunya perahu berlayar segitiga ini digunakan untuk pengangkut dagangan menuju pasar. Disinilah pengaturan waktu perlu direncanakan matang-matang, jika terlambat sedikit saja dagangan terancam tak laku karena pembeli biasanya akan memilih dagangan yang segar tentunya yang datang lebih pagi.

Di masa sekarang perahu yang dicat putih ini selain masih dipergunakan sebagai alat mobilitas perdagangan dan transport nelayan, sandeq mulai menjamah ranah wisata. Terbukti dengan banyak sandeq-sandeq yang sengaja dibuat untuk disewakan pada wisatawan yang ingin menjajal betapa cepatnya sandeq meluncur di lautan.

lepa-lepa (perahu bercadik kecil) yang disewakan di sekitaran Taman Kota Majene

kalau ini bisa disewa kalau lagi main ke Pantai Dato

ini sandeq yang bisa kita naiki saat acara Sandeq Race 2014
saat rombongan sandeq samapai di Pantai Bahari Kota Polewali
saya pun berkesempatan untuk mencoba sensasi menaikinya
18:24:00 2 komentar



Pantai Dato merupakan salah satu pantai yang menjadi wisata unggulan di Majene. Keunikan pantai ini adalah perpaduan antara pantai karang dan juga pantai pasir putih. Tebing karang yang seolah menyembunyikan pantai ini dari keramaian tak hanya sebagai benteng pemecah ombak saja, namun juga melengkapi keindahan pantai ini. Keunikan lain Pantai Dato adalah airnya yang berwarna biru cerah yang jika dilihat dari atas tebing akan tampak lebih biru sempurna dan jika dilihat dari dekat akan terlihat kebiruan dengan dasar laut yang terlihat karena saking beningnya.

Waktu yang tepat untuk mengunjungi pantai ini bisa dipagi hari saat matahari beranjak naik maupun saat sore hari dengan bonus sunset yang sangat indah. Namun jika mau mendapat view air laut yang paling biru, datang di antara pukul 10 – 1 siang.Waktu tersebut adalah yang paling pas untuk mendapat pemandangan bentangan laut yang super luas dengan warna biru menyala, tapi tentunya dengan panas terik matahari yang harus ditahan.

Menuju Pantai Dato

Pantai Dato terletak di Kecamatan Banggae Timur, cukup dekat dengan pusat Kota Majene. Dari jalan utama yaitu Jalan Jendral Sudirman, cobalah cari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majene. Tepat di depannya ada satu jalan masuk mengarah ke tepi laut. Tinggal susuri saja jalan tersebut hingga sekitar 3 km dan setelah menemukan masjid Nurussalam yang berada di kanan jalan belok saja di jalan disamping masjid itu sekitar 2 km. Jalan menuju Pantai Dato cukup lebar dan muat untuk dilewati kendaraan roda empat. Alternatif lain untuk sampai di pantai ini jika tidak membawa kendaraan pribadi adalah dengan ojek yang pangakalannya juga berada di depan KPP Pratama Majene.

Sebelum sampai di pantainya kita bakal disambut oleh dataran luas seperti lapangan yang bisa digunakan untuk camping ceria dan juga sebagai parkir kendaraan. Pemandangan dari tanah lapang ini cukup indah dengan view laut yang tampak luas. Menengok ke bawah bisa langsung memandang pasir putih Pantai Dato yang menggoda setiap orang untuk segera mencicipi butiran lembut pasirnya.

Sebetulnya pantai ini pernah mendapat pengelolaan yang lumayan bagus, terbukti dengan adanya satu bangunan yang mungkin dulunya pernah berfungsi sebagai warung atau apalah itu saya juga kurang tahu karena wujudnya sekarang sudah tidak berbentuk lagi. Selain itu juga ada bangunan anak tangga menuju satu tebing karang tinggi yang dari atasnya bisa melihat pemadangan yang luar biasa. Anak tangga inilah yang juga menjadi ciri khas Pantai Dato.


Keadaan pantainya terkadang bersih namun tak jarang pula mendapat kiriman sampah dari pesisir seberang. Dengan keadaan yang seperti ini, perlu adanya kesadaran bagi para pengunjung untuk tidak lebih mengotori keindahan pantai ini makin parah lagi, kalau bisa malah saat melihat sampah disana coba dipungut dan dibuang di tempat sampah yang ada. Dengan langkah kecil seperti itu semoga suguhan wisata yang tak dipungut biaya sepeserpun itu makin menjadikan Majene sebagai kota wisata yang makin TOP lagi.

03:52:00 16 komentar


Setelah hari pertama di Makassar yang diisi dengan berkeliling di tempat menarik yang ada di pusat kota, hari kedua baru terpikir hendak pergi kemana setelah saya tahu kalau di seberang kota ada beberapa pulau cantik yang menjadi destinasi favorit. Tepatnya beberapa saat sebelum masuk ke Benteng Rotterdam yang saat itu kami disamperin seorang om-om dengan dialek Makassar yang kental. Kami ditawarin apakah mau nyebrang atau tidak. Saat itu kami pun menolaknya, tapi tentunya sambil pikir-pikir sih. Sepertinya asik juga pulau yang dimaksud itu. 

Untuk hitungan hari pertama di Makassar, sebagai pemanasan cukup ke landmarknya dulu saja, Fort Rotterdam dan Pantai Losari. Karena banyak yang bilang kalau ke Makassar belum ke dua tempat itu belum afdhol rasanya.
Untuk hari kedua, kayaknya saya tergoda untuk menyambangi pulau yang ada di seberang seperti yang ditawarkan pada kami saat mau masuk benteng. Awalnya hanya menebak-nebak saja apa pulau yang dimaksud. Agung yang sudah browsing sebelumnya, katanya ada satu pulau cantik yang ada di seberang kota yang bernama Pulau Khayangan. Tapi ternyata dari om yang nawarin kapal tadi kami tahu ada beberapa pulau lagi yang juga ramai dikunjungi karena keindahannya. Salah satu lainnya adalah Samalona. Wow, Samalona… Kalau yang satu ini saya pernah denger deh. Tapi dimana ya… Pokoknya pernah, tapi karena menyangka pulau itu ada di tempat yang jauh makanya tak begitu saya tanggepin pas ada yang ngomongin tentang Samalona. 
 
Mendengar nama-nama pulau itu, rasanya bikin ngiler. Bayangkan saja, ada Pulau Khayangan. Dari namanya saja bisa terbayang bagaimana keindahannya. Satu lagi, Pulau Samalona. Hmm, kayak nama cewek yaa dan kayaknya cewek cantik pula. Yeah, kami pun mantap mengisi hari kedua dengan menjelajah pulau di seberang Kota Makassar.

Sebagai pengalaman dulu saat ke Pulau Bunaken dan Pulau Siladen, kapal  yang digunakan untuk menyebrang menggunakan sistem carter. Jadi harga yang dipatok adalah harga sewa satu kapal, bukan harga per kepala. Sehingga kalau makin banyak yang ikut berarti makin murah juga jadinya.

bukan boyband lhoo...

Sekiranya ada 7 orang yang berhasil diajak. Tapi satu kapal sebenarnya bisa memuat 8-10 orang. Pukul 7 kami janjian ketemu di depan Fort Rotterdam sebagai meeting point sekaligus karena memang dermaga pernyeberangan ada tepat di depan benteng tersebut. Seperti kemaren, kami menuju Rotterdam dengan berjalan kaki menyusuri jalanan kota dari Lapangan Karebosi. Cuman untungnya pagi-pagi gitu belum terlalu panas, nggak seperti kemaren yang panasnya nggak ketulungan. Secara siang bolong gitu jalan kaki di tengah kota.

Begitu sampai di depan benteng, kami ditawari untuk menyeberang sama om-om penyedia jasa penyebrangan. Namun om yang kali ini berbeda dengan yang hari pertama kemarin. Ada cerita menarik pagi itu saat kami mau menyeberang pulau. Karena om yang nawarin kami pada hari kedua berbeda dengan yang kemarin, saya pun berinisiatif menanyakan berapa harga sewa yang dipatoknya. Singkat cerita harga yang dipatok adalah Rp 400.000,- untuk dua pulau. Dibandingkan om yang kemaren, memang lebih menjanjikan yang kemaren sih yang bisa sampai di harga Rp 300.000,- untuk 3 pulau yaitu Pulau Lae-lae, Khayangan, dan Samalona.

Cerita menarik dimulai…
Om yang kedua merasa kami sudah deal dengannya. Padahal kami cuma menanyakan harga dan bisa dapat berapa pulau dengan harga segitu. Kami nggak pernah sekalipun mengatakan “IYA” pada tawarannya, mengangguk sebagai tanda isyarat setuju pun tidak. Kami bilang padanya kalau kami mau sarapan dulu di depan benteng. Om itu pun akhirnya pergi dan berkata “Nanti kalau ada yang nawarin kapal bilang saja sudah sama ENAL gitu yaa…”Lagi-lagi saya cuman diam dan tak memberi isyarat apapun menandakan setuju. Memang karena bingung apa yang dimaksud om itu. Kok bisa dia secara sepihak membuat keputusan. Mau bilang tunggu dulu om, e sudah kabur gitu aja.

22:56:00 20 komentar
Older Posts Home

Follow Us

recent posts

Blog archive

  • March (1)
  • March (1)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • October (1)
  • June (1)
  • May (1)
  • April (1)
  • March (2)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • July (2)
  • June (5)
  • March (1)
  • January (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • August (1)
  • July (1)
  • June (2)
  • May (2)
  • April (1)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • August (1)
  • June (2)
  • May (4)
  • April (6)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (2)
  • November (4)
  • October (2)
  • September (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (3)
  • April (6)
  • March (12)
  • February (4)
  • January (11)
  • November (3)
  • March (2)
  • February (1)
  • February (1)