YouTube instagram facebook twitter tumblr linkedin
  • Home
  • Features
    • Budaya
    • Pendakian
    • Wisata
    • Alam
  • Documentation
  • My Profile

www.ardiyanta.com


Air Terjun Bisappu ini menjadi destinasi selanjutnya setelah Air Terjun Tama’lulua di Jeneponto. Kami mampir sejenak dalam perjalanan menuju Bulukumba. Nggak ada salahnya kan kalau sekalian mampir di tempat wisata di setiap kota yang dilewati. Bantaeng berada di antara Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba. Sedangkan air terjun ini berada di Desa Bonto Salluang, Kecamatan Bissappu, Kab. Bantaeng. Gerbang masuknya berada sekitar 5 km sebelum pusat Kota Bantaeng kalau kita dari arah Kota Makassar.

Air Terjun Bisappu,
ada yang bisa menemukan saya di antara bebatuan itu ???

Jalan masuknya lumayan menanjak dan berkelok-kelok melewati desa-desa dan beberapa papan petunjuk menuju beberapa air terjun lainnya, tapi kami berniat menuju air terjun Bisappu saja karena inilah air terjun yang paling terkenal dari Bantaeng. Sempat juga kami lewati papan petunjuk menuju air terjun Bantimurung. Heran juga, bukannya air terjun Bantimurung ada di Maros yaa. Hmmm, sama namanya ga papa sih. Lagian air terjunParangloe di Gowa saja ada yang menyebutnya air terjun Bantimurung II hahaha. Biar ikutan terkenal seperti Bantimurung yang asli sepertinya.
Setelah sampai di pintu gerbang tentunya kita beli tiket masuk dulu, seiklasnya saja katanya tapi jangan kebangetan juga ya kalau ngasih. Itung-itung buat biaya pemeliharaan lah.
Begitu masuk, suara deburan air terjun sudah bisa terdengar, menandakan kalau letak air terjun tidak terlalu jauh. Selain itu juga faktor tingginya air terjun yang mencapai sekitar 80 m menjadikan suara deburan itu sudah terdengar di telinga kita begitu memasuki gerbang wisata.
Saat itu debit air terjun tidak terlalu deras namun butiran-butiran air sangar terasa mengenai kulit kita meski kita berada nggak persis di bawahnya. Kita juga bisa mendekati air terjunnya dengan melompati bebatuan yang berserakan, tapi perlu waspada dan hati-hati yah karena batunya sangat licin terlebih lagi kalau musim hujan.

sepi bgt tempatnya, bersih juga kan

Kalau teman-teman sempat pakai uang kertas berwarna merah itu untuk jajan pas SD, kemungkinan kita seumuran hahaha.

Puas main air di Bisappu Waterfall, kami lanjutkan perjalanan menuju Bulukumba. Rencananya kami bakal camping ceria semalan di Pantai Bara. 


Baca ceritanya disini nih...!!!
23:40:00 4 komentar

Memang nggak dipungkiri kalau punya gadget ditambah koneksi internet itu seakan bisa menggenggam dunia. Dengan sekali klik saja bisa dibawanya “kemanapun yang kita mau”. Selain itu perkembangan dunia fana ehhh dunia maya lewat media sosial juga membawa pengaruh besar pada pertukaran informasi sekaligus “pamer” eksistensi. Pamer foto lewat instagram lah, pamer status di facebook lah, pamer kalau lagi ada di suatu tempat lewat path lah, dan masih banyak lah lah lah yang lainnya. 
Termasuk sampainya saya di air terjun yang lagi hitz di instagram, yang punya nama Tama’lulua di Jeneponto ini, tak lain dari foto yang direpost lewat satu akun IG petualangan. 

A photo posted by Ahmad Andrias Ardiyanta (@ardiyanta) on Mar 25, 2016 at 6:29pm PDT


Mumpung masih jadi warga Sulawesi untuk sementara waktu, nggak ada salahnya kalau tempat-tempat keren di sekitar sini didatengin semua. Hmmmm, nggak mungkin bisa semua kali yaaa...??? yah paling nggak tempat-tempat hitz di sekitar Sulawesi Selatan sampai Barat pernah saya datengin.

Entah kebetulan atau memang sudah ditakdirkan, beberapa waktu yang lalu pernah saya buat postingan mengenai perjalanan menuju Pulau Kodingareng Keke di seberang Kota Makassar bersama teman-teman yang baru saja dikenal di pelabuhan penyebrangan. Nah, salah satu dari mereka ada yang orang asli Jeneponto. Jadilah setelah membuat wacana berkunjung ke rumahnya akhirnya saya bisa diantar ke air terjun yang juga bisa dinikmati dari kejauhan dengan menaiki puncak Bukit Bossolo itu.


instagramable view bgt,
diambil dari Bukit Bossolo

Oiya, rencana saat itu terasa kurang greget kalau cuman sampai Jeneponto saja, secara kalau terus-terus sedikit udah sampai ke Bulukumba yang punya sederetan surga pesisirnya. Jadinya sekalian saja buat rencana perjalanan ke spot cantik di ujung selatan Sulawesi Selatan itu.

By The Way dengan perjalanan ini saya juga berhasil memecahkan rekor perjalanan dengan sepeda motor alias touring dengan jarak dan waktu terpanjang. Rekor dalam hidup saya sendiri loh, bukan world record  hahaha. 
Berawal dari Kota Majene (Sulbar) mampir bermalam di Makassar sambil ngajakin seorang kawan buat jadi temen ngobrol sepanjang perjalanan menuju Bulukumba ntar. Paginya baru menuju Jeneponto, nginep semalem di Jeneponto termasuk ke air terjun Tama’lulua. Kemudian baru ke Bulukumba.
Di Bulukumba kami berencana cuma camping semalam di Pantai Bara. Nah, pulangnya dari Bulukumba ke Majene yang non stop nggak pake acara bermalam-bermalam lagi. Total dari Bulukumba ke Majene bisa 15 jam saya ada di jalan, udah termasuk istirahat sejenak di tempat pengisian bahan bakar. Capek sih tapi seru. Apalagi pas pulang udah bawa oleh-oleh pengalaman perjalanan yang luar biasa. Saat-saat kayak gitu bikin nagih deh.

Singkat cerita saat itu kami berdua memulai perjalanan menuju rumah Mail di Jeneponto dari Makassar. Dia cuma membekali kami dengan alamat rumah yang kurang begitu jelas. Tapi soal itu bisa dipikir setelah sampai pusat kota Jeneponto saja. Enaknya, jarak rumahnya dengan spot air terjun sangat dekat. 

Menuju Air Terjun Tama’lulua dan Bukit Bossolo
Kalau teman-teman penasaran dengan air terjun ini bisa ikuti jalan yang kami lewati nih. Lumayan gampang kok, asal pake kendaraan pribadi yah. Untuk angkutan umum mungkin ada, tapi saya nggak tahu pake angkot yang mana kesananya.

Dari Kota Makassar, kita bakal melewati beberapa kabupaten mulai Gowa, Takalar, setelah itu baru Jeneponto. Setelah sampai di pusat keramaian Jeneponto yang ditandai dengan adanya patung kuda, kita bisa berbelok ke kiri ke arah Kecamatan Kelara. Rumah Mail dan air terjun yang ingin kami tuju kebetulan adalah dua kecamatan yang bersebelahan. Rumah Mail di Kec. Kelara dan air terjun berada di Kec. Rumbia. Perjalanan dari patung kuda sampai spot air terjun kira-kira 30 km mengikuti jalan ke arah basecamp Gunung Lompobatang yang juga sempat saya daki juga beberapa waktu silam.

Begitu sampai di Rumbia kita harus menemukan terlebih dahulu sebuah lapangan yang berada disamping masjid. Jalan masuk menuju gerbang wisata ada diantara lapangan dan masjid itu tadi. Terus tinggal ikuti jalan itu aja deh sampai di tempat parkiran. Kendaraan roda empat bisa dibawa masuk sampai lokasi parkir kok.

Karena saya kesitu dengan warga lokal, alhasil masuk kawasan wisata nggak pake bayar-bayar. Meskipun bayar pun murah kok, Rp 2.000,- saja per orangnya. Kalau bawa kendaraan ada uang parkirnya juga, Rp 2.000,- untuk satu motor dan Rp 5.000,- untuk mobil. Itu adalah harga saat saya berkunjung kesana loh, kalau naik ya jangan salahkan saya yah. Toh harga tersebut ga sebanding dengan apa yang bakal kita dapat. Bisa dibilang terlalu murah untuk pemandangan yang semenakjubkan itu. Ga percaya? Sok buktikan sendiri saja...

20:11:00 14 komentar

Indonesia punya sejarah panjang, banyak bukti mengenai itu. Mulai dari jaman kerajaan-kerajaan hindu dan budha sampai jaman kemerdekaan. Banyak sisa-sisa kejayaan masa lalu yang bisa kita lihat sampai saat ini.

Kali ini bakal dibahas tentang peninggalan masa lalu yang masuk dalam situs warisan cagar budaya. Sangat berkaitan erat dengan Candi Borobudur dan Candi Prambanan, meskipun ketenarannya memang masih unggul kedua candi tersebut. Namun, banyak keunikan yang tersimpan dari situs peninggalan sejarah yang bakal dibahas secara tuntas melalui postingan ini. Yang dimaksud itu tak lain adalah Kraton Candi Ratu Boko. Kebetulan juga beberapa waktu yang lalu sempat saya kunjungi.

A photo posted by Ahmad Andrias Ardiyanta (@ardiyanta) on Feb 9, 2016 at 2:36am PST


Letak Geografis dan Konstruksi

Situs seluas sekitar 25 ha ini bisa dibilang menjadi satu-satunya situs arkeologi yang memadukan arsitektur khas Hindu dan Budha. Terletak hanya sekitar 3 kilometer kearah selatan Candi Prambanan, tepatnya di kecamatan Bokoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kira-kira 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Solo.


Pertama yang kita lihat kalau kita ikuti papan petunjuk yang ada di pinggir jalan dari arah Candi Prambanan adalah pintu masuk pertama yang kata bapak penjaga loket kalau lewat situ jalan kakinya lebih jauh. Waktu itu saya direkomendasikan lewat pintu yang kedua, tapi tiket bisa dibeli kok di loket pintu masuk pertama.

Setelah menebus tiket, saya pun melaju menuju ke pintu masuk Kraton Ratu Boko yang kedua. Cukup mudah didatangi juga, secara penunjuk arahnya dimana-mana. Nanti bakal melewati desa-desa dengan dihiasi sawah dan perbukitan hijau. Selain itu bakal melewati pula jalan masuk menuju Candi Ijo dan Candi abang. Kalau kalian punya waktu banyak, bisa dicoba nengok semua candi itu. Saran saya, taruh Kraton Ratu Boko di urutan kunjungan yang terakhir. Karena apa, sunset dari kompleks Ratu Boko jos gandhos pokoknya.

Okey, setelah melewati jalanan desa yang menanjak akhirnya sampai juga di pintu gerbang Ratu Boko yang kedua. Saya sih langsung masuk aja karena tiket udah di tangan.

Welcome to Ratu Boko Palace...!!! Kalau kita lihat konstruksi yang masih berdiri, Ratu Boko berbeda dengan Borobudur, Prambanan, dan candi-candi yang lain karena kesan yang kita peroleh pasti menganggap kalau Ratu Boko adalah suatu kompleks kerajaan. Terlihat dari saat awal kita masuk area candi yang sudah disambut dengan gerbang masuk yang berundak, kemudian ada pendopo, permandian, dan diperkirakan ada pemukiman-pemukiman yang dulunya berkonstruksi kayu-kayu namun yang tampak saat ini hanya pondasinya saja. Hmmm, cukup membuktikan kalau tempat itu dulunya adalah istana kan???

Karena berkonstruksi batu andhesit maka Kraton Ratu Boko ada pula yang menyebut sebagai candi, namun sejatinya memang bukanlah candi. Meskipun lebih mirip kraton, banyak pula perbedaan antara situs Ratu Boko dengan kebanyakan kraton di tanah Jawa karena kedudukannya yang berada di atas bukit. Sedangkan kraton yang lain biasanya didirikan di dataran yang mudah dijangkau dengan terdapat elemen-elemen tertentu misalkan alun-alun dan yang lainnya.

Keistimewaan lain dari situs ini adalah adanya tempat di sebelah kiri gapura yang terdapat spot yang dinamakan Candi Pembakaran atau bisa disebut tempat kremasi yang mana candi-candi yang lain nggak ada yang seperti ini. Diperkirakan pula kegiatan kremasi adalah hal yang sudah menjadi syarat mutlak jika ada kematian. Melihat juga candi pembakaran yang menyerupai altar, menandakan upacara pembakaran mayat merupakan satu upacara yang besar pada waktu itu karena memungkinkan upacara tersebut dihadiri seluruh penduduk.


candi pembakaran

18:58:00 15 komentar

Bagi pencinta kegiatan luar ruangan, pastinya selalu akan rindu untuk mengeksplore setiap jengkal Indonesia untuk menemukan serpihan-serpihan surga meskipun untuk menjangkaunya perlu usaha yang nggak mudah. Begitu pula dengan saya yang kalau berdiam diri nggak kemana-mana saat punya waktu luang itu rasanya sesuatu banget. Saya pun rela menyebrang provinsi dari Sulawesi Barat, tempat saya tinggal (sementara), ke Sulawesi Selatan untuk menemukan sesuatu yang baru yang tentunya bisa menjadi mood booster menjelang hari kerja. Sabtu dan Minggu menjadi hari yang efektif untuk menenangkan otak sejenak dari rutinitas.


Nah, belum lama ini kaki saya baru saja saya pijakkan ke salah satu kabupaten di Sulsel yang potensi wisatanya pantas diacungi jempol dari segi jumlahnya yang sangat banyak. Kabupaten ini menyimpan spot-spot menarik mulai yang sudah tenar maupun yang masih belum ada yang tahu akses menuju kesananya. Apalagi kalau bukan Maros.

Kabupaten Maros telah tersohor akan kecantikan alamnya. Contohnya saja deretan pegunungan karst yang membentang sampai Kab. Pangkep yang punya beberapa destinasi seperti Rammang-rammang yang menjadi wisata andalannya, selain itu ada pula Taman NasionalBantimurung-Bulusaraung dengan kerajaan Kupu-kupunya, Taman PrasejarahLeang-leang dengan lukisan cap tangan manusia purba, dan masih banyak lagi yang bisa dieksplore termasuk goa-goa eksotiknya.

Namun, destinasi yang bakal saya bahas kali ini tidak lagi dalam kawasan pegunungan karst, tapi untuk menuju kesitu perlu melintasi pegunungan karst tersebut. Tenang saja sudah dibuatkan akses jalan beraspal yang cukup nyaman untuk dilalui. Poin plusnya adalah sepanjang perjalanan melintasi karst akan disuguhi pemandangan yang luar biasa keren dan juga udara yang sangat sejuk. Jalan yang melintasi pegunungan karst ini tak lain juga merupakan salah satu akses bagi masyarakat dari Makassar yang hendak menuju ke Kab. Bone.


Destinasi yang bakal saya bahas dalam postingan kali ini adalah Air Terjun Lacolla. Nama yang unik kan? Tapi saya belum tahu dari mana asal penamaanya. Ada yang tahu? Hmmm, wisata alam ini sebenarnya sudah begitu populer di kalangan masyarakat sekitar dan kalangan para pencinta alam terlebih dengan adanya media sosial saat ini yang sedikit banyak turut membantu mempromosikan suatu tempat wisata melalui postingan para traveler. Selain itu acara TV sekarang ini makin banyak pula yang berbau adventure yang makin menggerakkan hasrat berwisata siapapun yang menonton. Tapi jangan pula karena adanya sosial media dan acara TV tersebut malah menjadikan tempat wisata jadi banyak anak alay yang nggak bertanggung jawab. Cuma bisa foto-foto tanpa mengindahkan safety, lebih-lebih kalau sampah yang mereka bawa dari kota malah dibuang di lokasi wisata. Gak ada poin plus plusnya kan kalau gitu. Malah negatif kuadrat. 


AIR TERJUN LACOLLA


Saat mengunjungi air terjun yang sekilas mirip Air Terjun Parangloe di Kab. Gowa ini saya tak perlu susah-susah mencari dimana jalan masuknya. Selain karena kesana dadakan dan nggak sempat mencari info menuju ke lokasi, saya juga punya modal “petunjuk berjalan” yang tak lain adalah salah satu teman traveling yang sudah pernah kesana duluan. Kalau saya kesana tanpa modal searching-searching terlebih dulu, sepertinya agak susah juga. Jalan masuknya dari jalan poros Maros-Bone (via Bantimurung) agak kurang jelas. Tak ada petunjuk wisata Lacolla. Tapi, biasanya yang mencaji “ancer-ancer” adalah papan petunjuk yang bertuliskan “GERBANG MAS” yang berada di kanan jalan jika kita dari arah Kota Maros. Letak papan penunjuk itu berada setelah kawasan hutan pendidikan UNHAS.

Setelah menemukan papan penunjuk tersebut, jangan bayangkan letak air terjunnya sudah dekat. Tapi masih harus masuk lagi melewati jalan terjal berbatu sejauh 10 km. Meski jalanannya bisa mengocok isi perut, tapi pemandangan yang disajikan sepanjang perjalanan akan mencuci mata.

Letak tepatnya Air Terjun Lacolla ini berada di Desa Malaka, Kecamatan Cenrana, Kab. Maros. Sekitar dua jam perjalanan motor dari pusat Kota Makassar. Air terjun  ini katanya dekat dengan bukit yang bernama Bukit Kanari yang lumayan menarik untuk dijadikan destinasi selanjutnya. Hmmm, tapi belum sempet kesana waktu itu. Seharusnya sekalian didatangi sih. Sudah jauh-jauh kesana cuma ke satu tempat wisata saja itu rasanya gak sesuai dengan kata pepatah  “Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”.  Menurut info, jika berada diatas bukit tersebut, pemandangan yang menampilkan Kota Camba, Cenrana, dan Kota Makassar akan tampak luar biasa karena viewnya nggak ada penghalang. Secara puncak bukitnya nggak ada pohon tinggi satupun.

Mendekati spot air terjun, papan petunjuk wisata Lacolla mulai dipasang. Bagi yang mengendarai mobil, sayangnya tempat parkirnya nggak sedekat dengan lokasi parkir motor. Parkir motor bisa lebih dekat dengan lokasi air terjun. Tapi ingat, perlu kehati-hatian untuk menjangkaunya. Jalanan menuju parkir motor agak sedikit ekstrim, terlebih kalau musim hujan. Licin banget dan berlumpur karena masih berbentuk jalan tanah biasa.


Berada di air terjun Lacolla, kita akan dimanjakan dengan pemandangan air terjun yang begitu indah karena air terjun tersebut tersusun hingga 4 tingkat. Tapi area ini sebenarnya memiliki susunan air terjun 7 tingkat, namun 3 tingkat lainnya berpisah lumayan berjauhan. Hanya 4 tingkat saja yang benar-benar bisa terlihat dari bawah terjunan.

Potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Maros bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Tugas kita adalah mempromosikannya agar dikenal khalayak ramai, namun yang paling penting harus diiringi dengan kesadaran untuk menjaga lingkungan. Semoga pemerintah juga turut ambil bagian demi kemajuan wisata tersebut.

15:50:00 6 komentar


Sulawesi Barat punya keunikan tersendiri. Keindahan garis pantainya bisa membuat siapa yg melintasinya terpana. Coba lihat di peta Sulawesi deh...!!! Perhatikan jalan utama (poros) dari Makassar, Ibukota Sulsel menuju Mamuju, Ibukota Sulbar. Kebanyakan melipir pantai kan. Nah, memang benar adanya begitu. Saat kita melintasi jalan poros trans Sulawesi terutama saat masuk wilayah Sulawesi Barat, kita akan dimanjakan dengan pantai keren yang beraneka rupa. Beraneka dari segi warna pasir maupun ornamen-ornamen yang lain. Apalagi kalau sudah berada di perbatasan Kab. Polewali Mandar dan Majene. Hmmm, pantainya jos-jos pokoknya. Bisa dinikmati tanpa turun mobil malah, soalnya dari jalan saja sudah terlihat keren. Saya sih, kalau belum nyebur langsung rasanya kurang greget. Kalau kamu?

Kali ini bakal dibahas satu pantai dulu lah ya. Kalau dibahas langsung semuanya bisa jadi novel saking banyaknya pantai yang ada. Okey, kali ini mari kita kenalan dengan pantai pasir putih yang jadi andalan Kab. Polewali Mandar, namanya Pantai Palippis.

Lokasi Pantai Palippis

Pantai ini termasuk yang berada tepat di sisi jalan poros. Berada di Desa Bala, Kec. Balanipa, Kab. Polman. Dari pusat kota Polewali masih harus memacu kendaraan sejauh 20 km ke arah Kota Majene. Bagi yang pernah lewat situ tentunya tahu Masjid megah yang ada di Lapeo, Campalagian kan? Lokasi pantainya masih terus-terus sekitar 3 km-an dari Masjid dengan cat warna emas itu.

Sebaliknya dari Kota Majene masih sekitar 20an km lagi ke arah Kota Polewali melewati jembatan Tinambung dan juga lokasi sentra pembuatan perahu “Sandeq” khas Sulawesi Barat di Pambusuang.

Ada dua alternatif jalan menuju bibir pantai. Pertama, jika ingin memarkirkan kendaraan dekat pantai bisa masuk melewati lorong di samping SD 05 Balanipa. Ikuti saja jalan tersebut ke arah pantai pasir putih (belok kiri saat di pertigaan). Kedua, jika ingin memarkirkan kendaraan di tepi jalan poros bisa memarkirkannya di tanah lapang di depan pos jaga polisi. Kemudian turun melewati tangga yang dibangun di antara tebing-tebing.

Dan, selamat menimati keindahan Pantai Palippis dengan pasir putih dan air yang jernihnya. Hmmm, terus apa saja yaaa yang bisa dilakukan di Pantai Palippis. Banyak hal tentunya yang bisa kita lakukan disana, tapi jangan sampai lupa waktu saja. Ntar keasikan main jadi ga inget kalau udah berjam-jam kita berjemur disana. 

Di Pantai Palippis selain main pasir sambil basah-basahan. Kita bisa naik perahu ala-ala nelayan Suku Mandar. Ada beberapa perahu bercadik yang disewakan penduduk sekitar. Tawar saja kalau mau sewa. Di tengah laut lihat deh terumbu karangnya bisa terlihat jelas. Memang sih daerah tepian pantai, terumbu karangnya sudah hancur akibat tragedi beberapa tahun silam. Tapi jangan khawatir, jika kita mau ke tengah sedikit niscaya kita bakal melihat keindahan terumbu karang milih Pantai Palippis yang sebenarnya.

teduh banget karena banyak pohon kelapa....

Menikmati cahaya sore disini juga oke punya. Sulbar punya sunset yang juara juga loh. Ada juga beberapa gazebo yang sudah dibangun di tepian pantai, bisa dipakai juga untuk leyeh-leyeh sambil dihempas semilir angin pantai yang bikin ngantuk. Pilih saja apa yang mau kalian lakukan disana. Tapi syaratnya tetap jaga lingkungan yak, biar pantainya tetap keren. Terutama yang buang sampah jangan sampai sembarangan. Kalau memang belum ada tempat sampah yang disediakan ya dibungkus kresek dulu lah, dibuang ntar-ntar kalau ketemu tempat sampah.

FYI nih, judul postingan ini saya sebutkan kalau Pantai Palippis itu adalah “Pantai Keren di Sulbar yang Mulai Tenar Kembali”. Yaaa, ada kata “kembali” karena memang dulunya pernah tenar di tahun 90an. Makin kesini makin jarang yang datang. Entah karena kesadaran wisatanya yang rendah atau memang orang-orang sudah bosen sama yang namanya pantai atau ada sebab tertentu. Semua sebab mungkin ada, tapi pernah saya dengar dari security di kantor saya kalau kebanyakan tempat wisata di Sulbar bermanuver manjadi sepi setelah ada orang meninggal di lokasi wisata tersebut. Tak hanya Pantai Palippis, nasib Pantai Dato di Majene pun demikian. Padahal keindahannya menurut saya pantas dijadikan sebagai pariwisata andalan. Hmmm, menurut saya itu pemikiran yang dangkal sih. Kan banyak sebab orang meninggal kan, bukan terus kalau ada orang meninggal di lokasi wisata terus menjadikan tempat wisata tersebut yang menjadi penyebab atau malah beranggapan menjadi angker. Gak gitu juga kan? Tapi apa pun itu, Pantai Palippis sekarang mulai berbenah dan mulai dikelola lagi. Paling kentara adalah dengan adanya retribusi masuk. Terakhir cuma dipungut Rp 5.000,- saja kok untuk satu motor. Itu salah satu tanda kalau pantai tersebut mulai dikelola lagi. Selain itu akses jalan menuju pantai juga sudah diperhalus dan tangga permanen yang menuruni tebing sudah bagus pula. Pokoknya Pantai Palippis siap tenar lagi deh.

jalanan menuju pantai
  
kalau beruntung bisa ketemu alang-alang instagram hehe





Model   : +Comax Madethen 
Kamera : Fujifilm X-T10
16:02:00 13 komentar


Landmark suatu tempat bisa dijadikan sarana penunjuk identitas maupun menjadi pengingat. Seperti kita kitahui banyak kota-kota di Indonesia punya landmarknya masing-masing, contohnya saja Jakarta yang punya Tugu Monas, Palembang dengan Jembatan Ampera-nya, dan masih banyak lagi.

Belum lama ini tepatnya bulan Agustus 2015, Kota Makale yang tak lain adalah ibukota dari Kabupaten Tana Toraja meresmikan berdirinya landmark berupa patung Yesus. Tak tanggung-tanggung, patung tersebut termasuk yang tertinggi di dunia, bahkan mengalahkan yang ada di Rio de Jeneiro, Brazil yang telah banyak diketahui menjadi yang tertinggi di dunia. Harapannya, dengan telah berdirinya landmark tersebut aspek wisata Tana Toraja yang sudah tersohor itu makin mendunia.

Sebelum membahas lebih detail Patung Yesus yang berada di Tana Toraja, bagaimana kalau kita bahas dulu beberapa patung Yesus yang sudah ada di beberapa kota di Indonesia maupun di dunia.

  • Patung Kristus Penebus (Cristo Redentor) di Brazil


Patung Yesus yang telah diketahui banyak orang sebagai yang tertinggi di dunia ini berada di Kota Rio de Jeneiro, Brazil. Patung dengan tangan merentang menghadap kota tersebut memiliki tinggi 38 meter dan terletak di puncak dari Gunung Corcovado dengan ketinggian 710 mdpl di Taman Nasional Hutan Tijuca.


  • Patung Yesus di Polandia


Patung ini sebenarnya paling tinggi diantara yang lain bahkan jauh melebihi Patung Yesus Penebus di Brazil. Tingginya mencapai 50,9 meter atau lebih tinggi 12,8 meter dari patung Yesus yang tingginya 38,1 meter. Patung yang dibangun pada tahun 2008 dan selesai pada bulan Nopember tahun 2010 ini menghabiskan biaya sekitar Rp13,5miliar. Meski begitu, banyak orang sudah kadung mengetahui kalau yang tertinggi di dunia adalah yang berada di Brazil.

  • Patung “Yesus Memberkati” di Indonesia


Monumen Yesus Memberkati ini berada di Kota Manado, Sulawesi Utara. Punya tinggi 50 m dari permukaan tanah. Terbagi menjadi dua bagian yang  mana patungnya sendiri punya tinggi 30 meter dan penopangnya 20 meter. Uniknya, patung ini memiliki kemiringan 20 derajat.
Monumen ini terbuat dari 25 ton besi fibre dan 35 ton besi baja dan terletak pada bukit tertinggi di daerah perumahan Citraland, Pineleng, Manado dengan elevasi 160 m dari permukaaan laut sehingga pemandangan ke arah laut pun begitu jelas. Jika kita melewati jalan lingkar Manado menuju ke arah Kota Tomohon pasti akan melewati monumen ini.

  • Patung Yesus di Buntu Burake, Tana Toraja - Indonesia


Patung Yesus yang berdiri secara keseluruhan setinggi 40 meter di puncak Buntu Burake menghadap Kota Makale digadang-gadang mengalahkan tinggi Patung Kritus Penebus di Brasil karena letaknya berada pada elevasi 1.100 mdpl. Kalau tinggi patungnya saja masih kalah tinggi, namun kalau tinggi dari permukaan laut, monumen di Buntu Burake ini adalah yang tertinggi.

Awal Januari 2015 kemarin saya berkesempatan mengunjungi patung Yesus tersebut atas panduan pemuda asli Toraja yang juga sahabat baik di instagram. Awalnya sih dia nggak mau saya ajak ke Buntu Burake karena memang kalau siang panas banget disana. Dengan alasan saya yang sudah datang jauh-jauh dari Majene ke Toraja, akhirnya dia mau juga mengantar.

Puncak Buntu Burake yang terletak sekitar tiga kilometer ke timur dari Makale, pusat kota Tana Toraja. Tak begitu jauh dari kolam Makale ke arah Rantepao terdapat lorong di depan SMA 2 Makale yang lumayan menanjak. Tengok saja di sebelah kanan jalan. Lorong tersebut akan membawa kita menuju puncak Buntu Burake.

Jalanan pada awalnya masih beraspal, namun sepertiga ke atas masih didominasi bebatuan. Santai saja, masih dalam proses pembenahan kok. Sebentar lagi paling sudah mulus sampe puncak. Tapi pastinya yang datang semakin membludak. Keuntungan datang pas jalanan masih jelek adalah pengunjungnya masih lumayan dikit. Terlebih di instagram belum banyak foto buntu burake yang di post.

Kendaraan roda dua maupun empat saat itu sudah bisa sampai parkiran di bawah patung. Tapi harus dipersiapkan kesehatan kendaraannya tentunya dan diharapkan mengendarainya dengan hati-hati saat mendaki bukit.

20:07:00 23 komentar
Newer Posts Older Posts Home

Follow Us

recent posts

Blog archive

  • March (1)
  • March (1)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • October (1)
  • June (1)
  • May (1)
  • April (1)
  • March (2)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • July (2)
  • June (5)
  • March (1)
  • January (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • August (1)
  • July (1)
  • June (2)
  • May (2)
  • April (1)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (1)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • August (1)
  • June (2)
  • May (4)
  • April (6)
  • March (2)
  • February (1)
  • January (2)
  • December (2)
  • November (4)
  • October (2)
  • September (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (3)
  • April (6)
  • March (12)
  • February (4)
  • January (11)
  • November (3)
  • March (2)
  • February (1)
  • February (1)