Bertemunya kembali saya dengan Bandon setelah terpisah sedari pos 4 merupakan akhir dari kebingunan kami berdua yang mencari satu sama lain. Perjalanan turun Gunung Lawu kala itu kami akhiri dengan sholat Dhuhur di masjid depan basecamp. Kemudian sesuai rencana awal kami selanjutnya langsung menuju Candi Sukuh di Kecamatan Ngargoyoso, Kab. Karanganyar. Kali ini saya yang meminta Bandon untuk menemani saya ke candi yang katanya cukup erotis itu. Sebenarnya bukan karena itu juga yang menjadi pendorong utama saya kepengen kesana tapi karena memang saya juga pengagum benda cagar budaya yang punya nilai sejarah dan keunikan. Pengennya sih bisa sekalian ke Candi Cetho dan Candi Kethek sekalian biar komplit, tapi karena waktu sudah mulai sore ya diputuskan hanya mengunjungi salah satunya saja dan dipilihlah Candi Sukuh.
Aksesnya cukup mudah dan di beberapa sudut jalan sudah terdapat petunjuk yang mengarahkan kita. Dari basecamp Gunung Lawu kami ke arah Karanganyar dan di satu gang yang juga mengarah ke objek wisata Air Terjun Jumog di kanan jalan kami berbelok disitu. Sebenarnya bisa juga masuk melalui gapura yang bertuliskan Wisata Cetho Sukuh namun kami memilih melalui jalan tersebut saat pulang saja mengingat kami berjalan dari arah timur jadi lebih dekat kalau masuknya lewat jalan sisi timur.
Denger-denger memang jalan menuju candi-candi unik di Karanganyar tersebut membutuhkan stamina motor yang mumpuni karena tanjakannya yang sangat ekstrim, termasuk menuju Candi Sukuh tersebut. Benar saja sesaat sebelum sampai di kompleks candi, tanjakan yang kemiringannya lumayan curam segera menyapa.
Candi Sukuh tepatnya berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang berada di ketinggian hampir 1.000-an mdpl. Letaknya yang berada di ketinggian membuat pemandangan yang terhampar dan bisa dinikmati dari komplek Candi Sukuh sungguh luar biasa.
Mengenai keunikan nggak perlu ditanya lagi deh. Dari letaknya saja yang berada di lereng barat Gunung Lawu sudah menunjukkan salah satu keunikannya. Belum dari segi sejarahnya yang konon candi tersebut merupakan deretan terakhir candi peninggalan Majapahit karena setelahnya tidak ada lagi candi yang dibangun. Bisa dikatakan pula Candi Sukuh ini termasuk candi yang termuda bahkan katanya pembangunannya belum rampung sebab sang Prabu Brawijaya V yang menjadi pencetus didirikannya candi tersebut telah keburu menuju puncak Gunung Lawu karena dalam masa pengejaran Raden Patah yang merupakan putranya sendiri yang mengajaknya untuk memeluk Agama Islam. Dari sejarahnya bisa disimpulkan pula jika Candi Sukuh bercorak Hindu. Hal itu diperkuat dengan adanya simbol lingga dan yoni khas corak agama tersebut. Nah ada keunikan lagi, jika di candi Hindu yang lain lingga dan yoni bentuknya seperti yang telah kita ketahui berupa alu dan lumpang, namun di Candi Sukuh ini simbol yang melambangkan kesuburan tersebut digambarkan menyerupai bentuk aslinya yaitu bentuk penis dan vagina. Sesaat setelah sampai di area candi, kami mendapati keramaian di satu bangunan di samping loket. Dari pakaian yang dikenakan bisa ketahuan kalau yang sedang mengadakan perkumpulan tersebut adalah penganut agama Hindu. Entah sedang ada acara apa tapi sepertinya merupakan jemaat dari luar kota karena ada beberapa bus yang terparkir. Mungkin karena even satu Suro yang juga disakralkan penganut agama Hindu jadi saat itu ada keramaian tersebut. Tapi di area dalam candinya sendiri terlihat lengang.
![]() |
umat agama Hindu sedang berkumpul di depan area candi |
Candi Sukuh ini dibangun berteras atau bertrap-trap menghadap ke barat yang makin ke belakang makin meninggi mirip bangunan prasejarah punden berundak khas arsitektur megalith. Gapura pertama mirip pylon di Mesir dan bangunan candi induk mirip dengan bentuk piramida terpancung khas bangunan kuno Suku Maya di Yucatan, Meksiko. Mengenai simbol yang menunjukkan erotisme saya juga agak bingung kenapa sangat ditonjolkan ya. Sangat bertentangan sekali dengan nilai-nilai ketimuran kita dan jauh dari sifat-sifat kedewaan yang dijunjung seperti yang tertuang di candi-candi yang lebih tua. Benar kan, memang tak ada bangunan candi sebelumnya yang memiliki arca atau pun ornamen yang memiliki nilai-nilai yang mengandung unsur erotisme selain situs Khajuharo di India yang juga terdapat aksen porno di dalamnya. Mungkin bebrapa hal yang mendasarinya adalah perubahan cara berpikir, ciri spiritual, dan dimensi waktu. Ada perubahan nilai budaya di dalam pembangunan candi sebagai hasil budaya yang berhubungan dengan pola pikirnya.
Begitu masuk di pintu pagar yang tak terlalu lebar, kita akan berada di teras yang pertama. Teras ini diawali dengan bangunan gapura berupa paduraksa yang mirip dengan pylon, sejenis gapura masuk ke piramida di Mesir. Di bagian atas pintu gapura sisi depan dan belakang terdapat ornamen berbentuk kala dengan janggut panjang yang nggak bakal ditemui di candi-candi Hindu kebanyakan.
Begitu masuk di pintu pagar yang tak terlalu lebar, kita akan berada di teras yang pertama. Teras ini diawali dengan bangunan gapura berupa paduraksa yang mirip dengan pylon, sejenis gapura masuk ke piramida di Mesir. Di bagian atas pintu gapura sisi depan dan belakang terdapat ornamen berbentuk kala dengan janggut panjang yang nggak bakal ditemui di candi-candi Hindu kebanyakan.
![]() |
bangunan candi yang paling depan |
Pada sisi kanan dan kiri gapura terdapat relief yang menggambarkan seorang yang tengah berlari dengan menggigit ekor ular naga yang sedang melingkar. Sementara di atasnya terdapat relief yang menggambarkan makhluk mirip manusia yang sedang melayang dan relief seekor binatang melata yang tak lain merupakan sengakalan atau simbol angka tahun yang berbunyi gapura buto aban wong yang diperkirakan sebagai angka Tahun Saka 1359 saka atau 1437 Masehi. Yang unik di teras pertama adalah relief yang terukir di lantai pada pintu gapura.
Wow, terlihat terpampang nyata seperti aslinya. Ada penis dan vagina menyatu mennn. Pintu di gapura pertama tersebut selalu tertutup pintu kayu yang tergembok rapat. Konon katanya bisa untuk mengetes keperawanan seorang wanita, jika melompati relief tersebut maka akan ketahuan mana yang perawan mana yang tidak. Apabila masih perawan jika melompati relief tersebut maka selaput daranya akan robek dan berdarah, namun jika sudah tidak perawan maka kain yang dipakainya yang akan robek. Karena itulah mungkin area tersebut ditutup rapat agar tidak menjadi ajang pengetesan keperawanan. Hehe… Untuk menuju ke teras selanjutnya kita melewati jalan setapak di samping gapura.
![]() |
view dari atas gapura terdepan |
![]() |
terlihat nyata |
Wow, terlihat terpampang nyata seperti aslinya. Ada penis dan vagina menyatu mennn. Pintu di gapura pertama tersebut selalu tertutup pintu kayu yang tergembok rapat. Konon katanya bisa untuk mengetes keperawanan seorang wanita, jika melompati relief tersebut maka akan ketahuan mana yang perawan mana yang tidak. Apabila masih perawan jika melompati relief tersebut maka selaput daranya akan robek dan berdarah, namun jika sudah tidak perawan maka kain yang dipakainya yang akan robek. Karena itulah mungkin area tersebut ditutup rapat agar tidak menjadi ajang pengetesan keperawanan. Hehe… Untuk menuju ke teras selanjutnya kita melewati jalan setapak di samping gapura.
![]() |
Teras Kedua |
Tidak ada candi ataupun arca apapun di pelataran kedua tersebut. Hanya ada gapura penghubung teras ketiga yang sudah tidak utuh lagi. Diduga gapura tersebut berbentuk bentar seperti pintu gerbang masuk mayoritas candi-candi di Jawa Timur. Di depan gapura terdapat sebuah arca Dwarapala. Arca ini berbeda dengan dwarapala pada arca candi-candi pada umumnya karena nyaris tanpa aksesori, tubuhnya polos dan gada yang dibawanya tanpa ukiran. Pada gapura ada sebuah sengkalan yang berbunyi gajah wiku anahut buntut yang diperkirakan sebagai angka tahun 1378 saka atau 1456 Masehi.